WahanaNews.co | Setelah 23 tahun reformasi berjalan sejak 1998 yang disusul melejitnya penggunaan internet di Indonesia, dunia penyiaran bisa dikatakan mengalami disrupsi.
Terjadi perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh adanya inovasi yang mengubah sistem dan tatanan bisnis ke taraf yang lebih baru.
Baca Juga:
Buka Rakornas KPI dan Harsiarnas ke-91, Wapres: Pastikan Masukan dari Masyarakat atas Program Penyiaran Ditindaklanjuti
Jika dahulu konten penyiaran televisi menjadi primadona dan selalu ditunggu-tunggu informasi kredibel dan aktualnya, kini masyarakat beralih ke internet karena selain lebih cepat juga lebih mudah diakses melalui genggaman tangan.
Tayangan berita dan hiburan di televisi seperti film dan sinetron pun sempat menjadi primadona sebelum internet meluas dan murah.
Kini sebaliknya, karena televisi sebagai medium mengalami disrupsi, konten yang dibawakan pun bergeser mediumnya dan mengalami disrupsi format.
Baca Juga:
Kilang Pertamina Internasional Raih Sertifikasi AEO untuk Keamanan Rantai Pasok
Terjadi persaingan keras mendapatkan kue iklan pada industri penyiaran terutama televisi yang menggunakan rating dan share sebagai alat ukur atau acuan program yang dianggap “favorit” dan program apa yang jarang ditonton.
Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa program dengan rating dan share tinggi belum tentu memiliki kualitas tayangan dan konten mendidik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Dalam beberapa kasus, konten sinteron, reality show, dan variety show (puspa ragam) kerap mendapat hujatan dari kalangan masyarakat karena nuansa alur ceritanya sama sekali tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya luhur bangsa.