UU Penyiaran
Baca Juga:
Buka Rakornas KPI dan Harsiarnas ke-91, Wapres: Pastikan Masukan dari Masyarakat atas Program Penyiaran Ditindaklanjuti
Jika melihat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, maka tersirat bahwa UU tersebut lahir dengan dua semangat utama.
Pertama, pengelolaan sistem penyiaran harus bebas dari berbagai kepentingan karena penyiaran merupakan ranah publik dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.
Dan, kedua, adalah semangat untuk menguatkan entitas lokal dalam semangat otonomi daerah dengan pemberlakuan sistem siaran berjaringan.
Baca Juga:
Kilang Pertamina Internasional Raih Sertifikasi AEO untuk Keamanan Rantai Pasok
Maka sejak disahkannya Undang-undang No. 32 Tahun 2002 terjadi perubahan fundamental dalam pengelolaan sistem penyiaran di Indonesia.
Perubahan paling mendasar dalam semangat UU tersebut adalah adanya limited transfer of authority dari pengelolaan penyiaran yang selama ini merupakan hak ekslusif pemerintah kepada sebuah badan pengatur independen (independent regulatory body) bernama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Belajar dari masa lalu dimana pengelolaan sistem penyiaran masih berada di tangan pemerintah (pada waktu itu rezim orde baru), sistem penyiaran sebagai alat strategis tidak luput dari kooptasi negara yang dominan dan digunakan untuk melanggengkan kepentingan kekuasaan.