Menurutnya, tidak ada kebijakan resmi dari pemerintah atau instansi manapun yang melarang penggunaan hijab dalam lingkungan kerja atau masyarakat setempat, terutama bagi mereka yang berada di posisi frontline.
"Di daerah lain pun tidak ada aturan orang lokal harus di depan dalam bekerja di instansi apapun. Menurut saya itu yang menyentuh dapat berpotensi mencederai kerukunan antar umat beragama di Bali," imbuh Agus.
Baca Juga:
Ditempatkan di Komite II, Komeng Bingung: Berharap Seni Budaya, Kok Jadi Pertanian?
Agus berharap masyarakat Bali tidak terprovokasi dengan pernyataan yang dilontarkan Wedakarna. Ia menduga pernyataan berbau SARA itu hanya digunakan sebagai komoditas politik untuk meningkatkan elektoral di Pemilu 2024.
"Jangan-jangan itu hanya digunakan sebagai komoditas politik untuk meningkatkan elektoralnya di Pemilu 2024 dengan mencari perhatian publik," ungkap Agus.
"Dia harus ingat bahwa Bali adalah bagian dari NKRI bukan terpisah. Semua warga umat apapun berhak bekerja di Bali dengan memegang prinsip-prinsip agama masing-masing," imbuhnya.
Baca Juga:
ReJO Pro Gibran Ucapkan Selamat atas Terpilihnya Sultan Nadjamuddin jadi Ketua DPD RI
Serangan Balik AWK
Arya Wedakarna merespons tudingan terhadapnya terkait isu SARA dengan melaporkan empat calon legislatif (caleg) ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Senator asal Bali ini diduga terlibat dalam kampanye hitam saat berpartisipasi dalam unjuk rasa di depan kantor DPD RI, Denpasar.