Di satu sisi, mereka didiskriminasi, tapi di sisi lain dimanfaatkan penguasa dalam bidang ekonomi.
Johanes menyebut, di akhir 1960-an, Orba memberi peluang kepada para
pengusaha Tionghoa untuk terlibat dalam peningkatan perekonomian Indonesia.
Baca Juga:
Hadiri Acara Panen Hasil Belajar di SMA Santa Maria Kabanjahe: Bupati Karo Ciptakan Sejarah Baru dan Dorong Kewirausahaan
Tak heran kemudian di antara deretan
orang terkaya Indonesia, nama-nama pengusaha Tionghoa berada di puncak.
Bahkan, pada rezim Orba pun, tercatat pula sejumlah pengusaha etnis Tionghoa yang "dekat" dengan Keluarga Cendana --merujuk
pada nama jalan raya yang menjadi alamat rumah Soeharto di Jakarta.
"Ini unik, karena pada saat yang
sama, ketika Indonesia butuh tumbuhnya kelas pengusaha nasional di akhir
dasawarsa 60an, Orba memberi peluang pada mereka. Makanya muncul istilah, kuat
secara ekonomi, tetapi lemah secara politik,"ujar Johannes.
Baca Juga:
FGD FKMPS: Selamatkan Bangsa Melalui Pemahaman Sejarah
Setelah 32 tahun berkuasa, Soeharto
meletakkan jabatan presidennya karena gelombang tuntutan reformasi yang
menguat.
Wakil Presiden RI kala itu, BJ
Habibie, menggantikan Soeharto.
Di tangan insinyur pesawat tersebut,
Indonesia mulai melakukan perubahan tata aturan perundang-undangan, termasuk
menghapus segala hal beleid yang mendiskriminasi etnis Tionghoa.