"Hingga berakhirnya abad 20, aksara Cina termasuk daftar barang
terlarang seperti halnya peledak... Hingga awal 1990-an, senam popular Cina,
lagu Mandarin di pusat karaoke dan penjual kue-kue Cina dilarang,"
tulis Ariel pada bukunya (halaman 208).
Tak terhenti pada Inpres 14/1967,
Soeharto juga mengeluarkan Surat Edaran No. 06/Preskab/6/67.
Baca Juga:
Kementerian Agama Baka Gelar Natal Bersama: Pertama dalam Sejarah
Dalam surat edaran tersebut, etnis Tionghoa harus mengubah namanya
menjadi nama yang berbau Indonesia.
Bahkan, saat itu, ada badan khusus untuk mengawasi etnis
Tionghoa, seperti Badan Koordinasi Masalah Cina (BKMC), yang menjadi bagian dari Badan Koordinasi Intelijen (Bakin).
Johanes menjelaskan, pasca G-30-S, rezim
Orba memang mempunyai sentimen sendiri terhadap etnis
Tionghoa.
Baca Juga:
Swiatek Ukir Sejarah di Wuhan Open 2025, Raih 60 Kemenangan Empat Musim Beruntun
Sebabnya tak lepas dari adanya
penyamaan etnis Tionghoa dengan warga negara China yang
dianggap membantu PKI.
"Ada kekhawatiran komunis come back. Salah satunya kekhawatiran
yaitu etnis Tionghoa yang memfasilitasinya," ujar Johanes.
Kendati demikian, selama rezim Orba,
Johannes melihat posisi etnis Tionghoa terbilang unik.