"Berubah sekali. Secara drastis
dicabut segala pembatasan itu," ujar Johanes.
Gus Dur mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1946 tentang pelarangan melakukan praktik keagamaan dan adat
istiadat dan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 pada
17 Januari 2000.
Baca Juga:
Hadiri Acara Panen Hasil Belajar di SMA Santa Maria Kabanjahe: Bupati Karo Ciptakan Sejarah Baru dan Dorong Kewirausahaan
Dalam Inpres ini, etnis Tionghoa bebas melakukan kegiatan apa pun, termasuk
merayakan Imlek.
Sebagaimana bunyi poin tiga pada
Keppres tersebut, yaitu: "Dengan ini
penyelenggaraan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Cina
dilaksanakan tanpa memerlukan izin khusus sebagaimana berlangsung selama ini."
Selain itu, pada 9
April 2001, mantan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama itu meresmikan Imlek sebagai
hari libur fluktuatif dengan dikeluarkannya Keppres Nomor 9 tahun 2001.
Baca Juga:
FGD FKMPS: Selamatkan Bangsa Melalui Pemahaman Sejarah
Pada era Kepresidenan kelima RI, Megawati Soekarnoputri, kemudian Imlek baru menjadi hari
libur nasional dengan dikeluarkannya Keppres Nomor 19 Tahun 2002.
Pada era Presiden keenam RI, Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), nasib etnis Tionghoa semakin
diperjuangkan.
Mereka dianggap setara dengan etnis
lain dan mempunyai hak-hak yang sama sebagai masyarakat sipil.