Menurutnya, temuan tersbeut merupakan bukti bahwa BPOM lemah dalam mengawasi produksi obat dan distribusinya. Sementara penghentian dan penarikan obat baru dilakukan setelah korban mulai bermunculan.
"Seharusnya kita belajar dari BPOM Singapura yang betul-betul bekerja dan bertanggung jawab atas semua obat dan makanan yang beredar di masyarakat," pungkas Robert.
Baca Juga:
Polda Sulsel Tetapkan Tiga Tersangka Peredaran Kosmetik Berbahaya di Makassar
Sebelumnya, BPOM justru menyeret Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam urusan importasi senyawa kimia seperti PG dan PEG ke dalam Indonesia.
Dalam hal pengawasan, Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, BPOM hanya melakukan pemeriksaan pada bahan baku pharmaceutical grade yang masuk kategori larangan dan pembatasan (Lartas).
Menurut Penny, barang-barang tersebut harus mendapatkan izin BPOM melalui Surat Keterangan Impor (SKI) sebelum didatangkan ke Indonesia.
Baca Juga:
Awas! 6 Produk Kosmetik Sulsel Terbukti Mengandung Merkuri
"Bahan baku pada umumnya masuk melalui SKI BPOM. Khusus untuk pelarut PG dan PEG ini masuknya tidak melalui SKI BPOM, tapi melalui Kementerian Perdagangan, non-lartas," kata Penny dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX, Rabu, 3 November. [Tio]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.