WahanaNews.co | Pengamat dari Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi (PAKAR), Muh Taufiqurrohman mengatakan, perlu ada sanksi jelas dan tegas diatur dalam Revisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang.
Menurutnya, sanksi tegas tersebut perlu diterapkan supaya memberikan efek jera, khususnya kepada lembaga amal yang menyalahgunakan dana publik.
Baca Juga:
Pengamat Sebut Sikap Prabowo Larang Pendukung Demo di MK Sudah Tepat
"UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dan PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan sudah saatnya direvisi, karena belum mencantumkan kriminalisasi jelas dan juga belum memberikan efek jera terhadap keberadaan lembaga amal yang diduga menyalahgunakan dana publik," ujar Taufiqurrohman di Jakarta, Jumat (15/7/2022).
Dia menyebutkan, salah satunya ialah Pasal 8 dalam UU tersebut yang hanya memberikan ancaman pidana kurungan maksimal tiga bulan atau denda paling tinggi Rp10.000 bagi siapa saja yang mengumpulkan dana publik secara ilegal atau tanpa izin dari pemerintah.
Menurutnya, hukuman itu terlalu ringan dan tidak mempertimbangkan dampak penyalahgunaan dana publik bagi keamanan masyarakat.
Baca Juga:
Penyebutan KKB Jadi OPM Disebut Pengamat Langkah Maju dari Pemerintah
Selain itu, ia menilai, perlu pula revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Pasal 6 dalam PP tersebut menyatakan bahwa lembaga amal berhak mengambil 10 persen dari dana yang dikumpulkan untuk biaya operasional mereka.
Dia mengatakan, PP tersebut belum menjelaskan secara detail terkait hukuman dan sanksi terhadap lembaga amal yang melanggar dan terbukti menyalahgunakan dana publik untuk kepentingan pribadi atau bahkan membiayai operasional kelompok radikal.
"Seharusnya, hukuman dan dendanya ditingkatkan sesuai dengan jumlah dana yang dikumpulkan atau sesuai dengan dampak negatif secara keamanan yang ditimbulkan dari aktivitas suatu lembaga amal tidak berizin tersebut," jelasnya.