Peristiwa ditangkapnya para pemuka agama yang terlibat dalam berbagai jaringan penghayat agama yang radikal dan mengarah para terorisme adalah contoh dari sebuah penghayatan agama yang estetis dan individualistis.
Agama tidak lagi disadari sebagai penyebar nilai-nilai moral sosial yang teduh, damai dan penuh dengan keugaharian. Justru malah sebaliknya, agama menjadi sumber perpecahan dan kematian karena tidak lagi menjaga dan menumbuhkan nilai-nilai moral.
Baca Juga:
Merasa Dirugikan, 2 Warga Jakarta Gugat Aturan ke MK Agar Bisa Hidup di RI Tanpa Beragama
Peniadaan Diri
Memudarnya wajah agama yang teduh dan ugahari adalah pertanda bahwa agama sedang dalam proses peniadaan dirinya.
Baca Juga:
Selebgram Medan Ratu Entok Ditahan, Kasus Yesus Diminta Potong Rambut
Hal ini menjadi semakin rumit tatkala para pemuka agamanya pun tidak lagi memproklamirkan agama di setiap dakwah dan ajarannya dengan ajaran-ajaran yang meneduhkan dan yang membangkitkan semangat cinta sesama tetapi malah memprovokasi umat untuk memerangi yang berbeda.
Para pemuka agama terlihat sibuk mencari popularitas diri dengan menjual dirinya dengan ajaran-ajaran yang provokatif dan anti keberagaman.
Dengan berbagai simbol agamanya, mereka dengan mudah mencari pembenaran popularitas tanpa disadari oleh para pengikutnya.