Sementara bagi peserta didik, beasiswa disalurkan melalui Program Indonesia Pintar (PIP), Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) dan Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik), termasuk bagi peserta didik di wilayah 3T, disabilitas, dan pekerja migran.
Bagaimana dengan Negara Lain?
Baca Juga:
Bapenda Banten Kejar Penunggak Pajak Kendaraan hingga Parkiran Stasiun
Dalam upaya memperbaiki sistem pendidikan nasional, mempelajari pengalaman negara lain bisa memberikan wawasan berharga. Negara-negara Nordik, seperti Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Islandia, sudah lama menjadikan pajak sebagai sumber biaya pendidikan gratis hingga perguruan tinggi.
Pajak yang tinggi, yakni 65-70% dari penghasilan pekerja, memungkinkan negara-negara ini membangun sistem pendidikan yang mumpuni.
Meski begitu, Masyarakat Nordik dengan senang hati membayar pajak tinggi karena meyakini bahwa pajak bukanlah beban, melainkan kontribusi untuk mendanai layanan publik yang memuaskan.
Baca Juga:
Dugaan Korupsi Pembayaran Pajak Perusahaan, Kejagung Tiba-Tiba Cabut Status Cekal Bos Djarum
Sebaliknya, sejumlah negara di Afrika, seperti Nigeria misalnya, menghadapi kendala serius, yang menunjukkan bagaimana kurangnya investasi dalam pendidikan dapat memicu ketidakmerataan akses dan kualitas pendidikan.
Mengacu pada Copenhagen Consensus, Nigeria berada di peringkat 152 dari 187 negara dalam Indeks Pembangunan Manusia PBB, jauh di bawah Kenya, Ghana, Botswana, dan Rwanda. Hanya 77% siswa merampungkan pendidikan dasar, dan ada sekitar 7 juta anak usia sekolah dasar yang putus sekolah.
Di samping itu, hampir setengah dari penduduk berusia di atas 15 tahun buta huruf.