Di sisi lain, perubahan iklim, krisis geopolitik, dan tata kelola yang masih berantakan membuat harga pangan terus naik, menjadi teror harian bagi konsumen Indonesia.
Secara konstitusional, tanggal 20 April 1999, bangsa Indonesua sudah berkomitmen bahwa UUPK adalah payung hukum dalam melindungi konsumen Indonesia (tertuang dalam alinea terakhir Penjelasan Umum UUPK), sementara setiap orang, mulai jabang bayi sampai manula, termasuk pelaku usaha adalah konsumen.
Baca Juga:
Tanpa Penghitungan Suara di TPS, Eks Hakim MK: Mestinya Pemilu di Papua Batal
Konsumen tidak mengenal usia, gender, profesi, jabatan, status sosial dll. Semua rakyat adalah konsumen yang menggunakan/memakai barang dan/atau jasa (setiap pelaku usaha pasti juga konsumen, tapi setiap konsumen belum tentu sebagai pelaku usaha), namun seorang konsumen sudah dipastikan menggunakan lebih dari satu produk barang dan/atau jasa, seperti sebagai konsumen makanan/minuman, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, pelayanan publik dll. Dengan kata lain konsumen itu adalah seluruh rakyat Indonesia.
Untuk itu masyarakat menanti tawaran solusi Para Capres/Cawapres untuk merancang Politik Hukum Perlindungan Konsumen baru yang berpihak pada kepentingan masyarakat umum dan mengevaluasi politik hukum perlindungan konsumen yang lalu yang merugikan dan membebani konsumen. (*)
*) Dr. Firman T. Endipradja, S.H.,S.Sos.,M.Hum, dosen Politik Hukum Perlindungan Konsumen Pascasarjana Univ. Pasundan/Ketua Umum HLKI Jabar Banten DKI Jakarta.