WahanaNews.co | Tim Hukum Nasional untuk pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) telah mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (21/3/24).
Namun, legal standing sengketa ini berpotensi runtuh setelah Partai Nasdem menyatakan menerima hasil pemilu baik pemilihan legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Presiden (Pilpres).
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Alasan logisnya adalah bahwa Partai Nasdem jelas memiliki 10,26 persen kursi di DPR. Namun, karena Nasdem telah menerima hasil pemilu, hal ini mengurangi jumlah dasar dukungan minimal 20 persen kursi dari gabungan Partai Nasdem, PKB, dan PKS. Sehingga gugatan PHPU Pilpres pasangan Amin di MK menjadi tidak relevan lagi.
Saat ini, hanya PKS dan PKB yang tersisa dengan persentase kursi masing-masing 8,7 persen dan 10,09 persen, yang totalnya menjadi 18,79 persen kursi di DPR! Jumlah 18,79 persen ini tidak lagi memenuhi syarat dasar minimal 20 persen dari gabungan partai politik untuk mengusunh pasangan Capres dan Cawapres. Jika PKS juga menerima hasil Pilpres 2024, maka hanya dukungan dari PKB sebesar 10,09 persen yang tersisa, sehingga gugatan PHPU Pipres Amin menjadi semakin tidak relevan.
Meskipun Undang-Undang mensyaratkan bahwa pasangan Amin memiliki legal standing, namun dasar pasangan ini terbentuk karena adanya gabungan partai Nasdem, PKB, dan PKS yang memenuhi syarat minimal 20 persen kursi di DPR. Dalam konteks ini, seharusnya pasangan Amin tidak lagi memiliki legal standing untuk mengajukan PHPU Pilpres kepada MK karena dukungan partainya yang masih belum menerima hasil Pilpres sudah tidak lagi memenuhi syarat minimal 20 persen kursi di DPR.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Memang benar, Undang-Undang hanya mensyaratkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden yang memiliki legal standing untuk mengajukan sengketa PHPU pilpres. Akan tetapi faktanya, pasangan ini terbentuk karena adanya syarat minimal 20 persen kursi di DPR.
Atas dasar ini, seharusnya syarat atau legal standing PHPU Pilpres juga harus mencakup partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat minimal 20 persen kursi di DPR, seperti contoh gabungan Partai Nasdem, PKB, dan PKS.
Dalam konteks ini, timbul pertanyaan di publik: bagaimana mungkin partai pengusung Capres dan Cawapresnya telah menerima hasil Pilpres, sementara pasangan Capres dan Cawapresnya mengajukan gugatan PHPU Pilpres di MK? Hal ini menciptakan kebingungan di kalangan publik dan menunjukkan kelemahan hukum yang perlu diperbaiki melalui revisi aturan di masa depan.