Namun, saya rasa ada baiknya kita setidaknya bersikap sama tiap kali membaca klaim atau kritik terhadap sebuah program ekonomi dengan selalu mempertanyakan: apakah benar keberhasilan atau kegagalan tersebut hanya disebabkan oleh program yang diterapkan?
Apakah tidak ada faktor-faktor lain yang memengaruhi desain untuk penerima program?
Baca Juga:
Menaker Ajak Warga Sekitar Hutan Kembangkan Agroforestri untuk Tingkatkan Ekonomi
Seberapa besar potensi bias dari akibat luput memperhitungkan faktor-faktor yang memengaruhi penerima program itu?
Sikap kritis ini akan meningkatkan kualitas debat publik kita --prasyarat penting untuk demokrasi yang sehat.
Kedua, riset para pemenang Nobel ini semakin mendekatkan dunia akademis, dalam hal ini ekonomi, dengan pengambilan keputusan di lapangan.
Baca Juga:
Dana Jumbo Rp200 Triliun Dipindahkan dari BI ke Bank, Prabowo Setuju Langkah Purbaya
Di balik justifikasi teoretis yang mungkin terlihat rumit, secara intuitif elemen-elemen penting dan hasil-hasil riset dari revolusi kredibilitas ini cukup sederhana untuk bisa dipahami para pengambil keputusan dan kalangan awam sehingga meningkatkan kegunaan riset-riset ekonomi untuk perbaikan sosial.
Apakah ini terjadi di Indonesia juga?
Sedikit demi sedikit, pengambilan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) semakin populer di Indonesia.