Sepanjang pengetahuan saya, sejumlah kebijakan pengentasan masyarakat dari kemiskinan di Indonesia yang dimotori Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), khususnya dalam menentukan sasaran penerima program (targeting), telah didasari studi-studi empiris yang secara ketat mengadopsi prinsip-prinsip uji kausalitas, terutama uji acak terkendali.
Hal yang sama belakangan dilakukan Kementerian Keuangan dalam upayanya mendesain administrasi pemungutan pajak yang lebih efektif.
Baca Juga:
Apindo Ungkap Penyebab Tutupnya Banyak Pabrik dan PHK di Jawa Barat
Kerja sama ini bisa lebih optimal lagi apabila penyedia riset, dalam hal ini perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian Indonesia, lebih banyak lagi melakukan riset dengan metodologi yang lebih ketat untuk memastikan hubungan sebab-akibat antara kebijakan dan sasarannya.
Di sisi lain, pengambil kebijakan, pemerintah, juga perlu lebih terbuka terhadap masukan dari hasil riset dengan metode ini --hal yang tak selalu mudah karena kerap kali pertimbangan politis lebih mendominasi ketimbang obyektivitas dan transparansi akademis.
Ketiga, topik riset pemenang Nobel 2021 secara tidak langsung menunjukkan pentingnya literasi metodologi statistik.
Baca Juga:
Sejarah UMKM Nasional, Roda Penggerak Perekonomian Indonesia
Antusiasme terhadap big data di Indonesia perlu dibarengi dengan peningkatan pengetahuan statistik di kalangan awam.
Perbaikan ketersediaan dan kualitas data tentu saja sangat penting untuk memperbaiki kualitas pengambilan kebijakan, tetapi peningkatan kemampuan mengolah data untuk menghasilkan informasi yang berguna, seperti metodologi statistik, juga sama atau mungkin malah lebih penting.
Dalam hal ini, banjirnya serta semakin cepatnya sirkulasi informasi membuat literasi statistik kian penting untuk melawan disinformasi, hoaks, atau sekadar penyebaran analisis abal-abal.