Namun di sisi lain, Jakarta masih dibayangi oleh polemik proyek Refuse Derived Fuel (RDF) di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. Proyek senilai Rp1,28 triliun ini diklaim mampu mengolah 2.500 ton sampah per hari dan menghasilkan 875 ton bahan bakar padat (RDF) di atas lahan Pemprov DKI seluas 7,87 hektare.
Meski demikian, RDF bukanlah instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik sebagaimana diatur dalam Perpres 35/2018. Produk akhirnya hanya berupa bahan bakar padat, bukan listrik yang dapat disalurkan ke jaringan PLN.
Baca Juga:
Darurat Sampah, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Rencana Pemerintah Bangun PLTSa di 33 Provinsi
Dengan karakteristik tersebut, RDF Rorotan tidak memenuhi kriteria sebagai PLTSa dan tidak dapat dikategorikan sebagai PSN. Pergantian proyek Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter—yang sebelumnya merupakan PSN—dengan RDF Rorotan justru menimbulkan pertanyaan serius tentang konsistensi arah kebijakan pengelolaan sampah di Jakarta. Keputusan tersebut dapat dianggap bertentangan dengan kebijakan nasional dan berpotensi menghambat upaya percepatan pembangunan energi bersih dari sampah.
Terkait hal tersebut, tanggung jawab penuh atas pembatalan atau penghentian proyek ITF Sunter Jakarta dan penggantian dengan pembangunan RDF Plant Rorotan berada pada mantan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono serta Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto. Keduanya merupakan figur yang mengambil keputusan strategis sekaligus kontroversial, yakni membatalkan atau penghentian ITF Sunter yang telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan menggantinya dengan proyek RDF Rorotan yang tidak memiliki dasar kebijakan nasional setara maupun landasan hukum yang sepadan.
Proyek RDF Rorotan dilaksanakan melalui Kontrak Nomor 2101/PPK-MAF/PN 01.02 tertanggal 26 Maret 2024 antara Pemprov DKI Jakarta dan KSO WJK, dengan dasar hukum Keputusan Gubernur Nomor 834 Tahun 2023 tentang penetapan pekerjaan perancangan dan pembangunan fasilitas RDF Rorotan menggunakan skema design and build. Sejak awal, proyek ini menghadapi berbagai masalah serius, seperti keterlambatan penyelesaian, addendum berulang, keluhan warga akibat bau menyengat, serta dugaan pencemaran udara.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dukung Pembangunan PLTSa di 33 Kota, Ubah 70 Juta Ton Sampah Jadi 6.000 MW Listrik Per Tahun
Tenggat penyelesaian proyek yang semula ditargetkan rampung pada 31 Desember 2024 telah beberapa kali mengalami perpanjangan hingga 31 Desember 2025. Kondisi ini menunjukkan lemahnya manajemen proyek dan membuka peluang terjadinya potensi penyimpangan, baik secara administratif maupun finansial. Hingga kini, RDF Plant Rorotan masih berada pada tahap commissioning atau uji verifikasi dan belum beroperasi secara penuh, meskipun telah menyerap anggaran besar dari APBD DKI Jakarta.
Terkait permasalahan tersebut, diketahui bahwa pada 30 April 2025 Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta telah menyusun rencana aksi yang meliputi beberapa langkah, antara lain:
1. Memodifikasi unit Wet Scrubber yang ditargetkan selesai pada akhir Mei 2025;