Hal lain yang perlu digarisbawahi adalah bahwa proyek RDF Plant Rorotan bukan merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), baik pada era Presiden Joko Widodo maupun Presiden Prabowo Subianto. Sebaliknya, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, yang termasuk dalam daftar PSN di bidang pengelolaan sampah adalah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), seperti proyek Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter Jakarta. Fakta ini penting menjadi pertimbangan bagi BPK dalam menentukan urgensi dan ruang lingkup audit investigatif terhadap RDF Plant Rorotan.
Audit BPK tersebut penting untuk menelusuri penggunaan anggaran, menilai kesesuaian spesifikasi teknis dengan kontrak kerja, serta memeriksa legalitas proses tender dan pelaksanaan kontrak proyek. Apabila dalam audit tersebut ditemukan adanya indikasi pelanggaran hukum, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu segera mengambil langkah penyelidikan dan penindakan guna menelusuri potensi korupsi, penyalahgunaan wewenang, maupun konflik kepentingan yang mungkin terjadi dalam proyek tersebut.
Baca Juga:
Darurat Sampah, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Rencana Pemerintah Bangun PLTSa di 33 Provinsi
Audit investigatif oleh BPK dan langkah penegakan hukum oleh KPK juga perlu dikaitkan dengan permasalahan pembatalan atau penundaan proyek ITF Sunter serta pembangunan RDF Plant Rorotan. Dalam konteks ini, kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi bukti bahwa pembangunan PLTSa atau ITF Sunter Jakarta seharusnya mendapatkan prioritas utama, bukan justru digantikan dengan pembangunan RDF Plant Rorotan.
Sebagai penutup, perlu ditegaskan bahwa kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) merupakan langkah maju dalam memperkuat tata kelola lingkungan, mendorong inovasi energi bersih, serta mengurangi ketergantungan terhadap Tempat Pembuangan Akhir (TPA) konvensional. Namun, keberhasilan kebijakan tersebut sangat bergantung pada keseriusan pemerintah daerah dalam melaksanakan proyek sesuai dengan ketentuan regulasi.
Momentum kebangkitan proyek PLTSa di era Presiden Prabowo harus dimanfaatkan oleh Gubernur Pramono Anung untuk memperbaiki tata kelola sampah di Jakarta serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap kebijakan PSN di sektor lingkungan. Jakarta seharusnya mampu menjadi contoh bahwa pengelolaan sampah dapat diubah dari beban menjadi sumber energi terbarukan yang berkelanjutan. Semua itu hanya dapat terwujud apabila aspek hukum, teknis, dan pengawasan publik dijalankan secara konsisten, transparan, dan penuh tanggung jawab.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dukung Pembangunan PLTSa di 33 Kota, Ubah 70 Juta Ton Sampah Jadi 6.000 MW Listrik Per Tahun
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.