2. Menambahkan unit filter emisi (Bag Filter) yang ditargetkan selesai pada akhir Agustus 2025; dan
3. Meningkatkan sistem semprotan cairan penghilang bau (spray deodorizer system) pada area bunker yang ditargetkan selesai pada akhir Juli 2025.
Baca Juga:
Darurat Sampah, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Rencana Pemerintah Bangun PLTSa di 33 Provinsi
Selain itu, diketahui pula bahwa hingga 2 Mei 2025, DLH DKI Jakarta juga telah melaksanakan sejumlah kegiatan, termasuk mengusulkan penambahan anggaran melalui Belanja Tak Terduga (BTT) TA 2025 kepada Sekretaris Daerah DKI Jakarta untuk pengadaan sistem Wet Electrostatic Precipitator (Wet ESP) beserta sistem pendukungnya berupa pekerjaan struktur, mekanikal, elektrikal, dan instrumentasi termasuk sistem Water Mist.
Dalam konteks tersebut, proses uji coba RDF Plant Rorotan terus berlanjut. Pada Oktober 2025, DLH kembali melakukan uji coba operasi dengan janji bahwa fasilitas tersebut akan beroperasi penuh pada November 2025. Namun, publik masih meragukan kemampuan fasilitas ini untuk benar-benar mengolah 2.500 ton sampah per hari dan menghasilkan sekitar 769 ton bahan bakar alternatif.
Pertanyaan mendasar pun muncul: apakah proyek RDF Plant Rorotan benar-benar akan menjadi solusi atas krisis sampah Jakarta, atau justru berakhir sebagai proyek gagal total yang membebani keuangan daerah?
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dukung Pembangunan PLTSa di 33 Kota, Ubah 70 Juta Ton Sampah Jadi 6.000 MW Listrik Per Tahun
Pada titik inilah muncul kecurigaan publik terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan dan berbagai persoalan lain dalam pelaksanaan proyek tersebut. Kehadiran pendampingan dari Inspektorat DKI Jakarta, BPKP Perwakilan Provinsi DKI Jakarta, serta Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta selama proses pembangunan tidak serta-merta menjamin bahwa proyek ini bebas dari dugaan pelanggaran. Potensi praktik Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) tetap dapat terjadi, terutama jika melibatkan oknum internal di lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta.
Dalam konteks akuntabilitas publik, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu melakukan audit investigatif secara menyeluruh terhadap seluruh tahapan perencanaan dan pelaksanaan proyek RDF Plant Rorotan. Kebutuhan akan audit investigatif ini menjadi sangat mendesak, terutama jika dikaitkan dengan berulangnya keterlambatan dalam mencapai operasional penuh fasilitas tersebut.
Selain itu, adanya indikasi bahwa RDF Plant Rorotan berpotensi gagal mencapai target pengolahan sebesar 2.500 ton sampah per hari dan produksi 875 ton bahan bakar padat (Refuse Derived Fuel) juga menjadi dasar kuat bagi BPK untuk melakukan audit investigatif.