Artinya, resistensi pada Prabowo lebih besar dari resistensi publik pada Ganjar.
Dengan aksioma partai ingin memenangkan calon yang diusungnya, maka skenario ketiga, memajukan Ganjar sebagai capres, masih menjadi opsi paling rasional bagi PDI-P sekarang ini.
Baca Juga:
Pemohon Uji Materi UU Pemilu Desak Percepatan Pelantikan Presiden Terpilih
Jika PDI-P mengusung Ganjar, kemungkinan rencana koalisi PDI-P dan Gerindra tidak akan terwujud karena Gerindra cenderung akan bertahan memajukan Prabowo sebagai capres.
Betul PDI-P bisa maju sendiri, tetapi ini opsi yang tidak terlalu meyakinkan.
Kemungkinan partai ini akan mencari mitra koaliasi untuk memperkuat posisi yang ada saat ini.
Baca Juga:
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo-Gibran, tetapi Rakyat Lebih Percaya Mereka
Dalam empat kali pemilihan langsung presiden, PDI-P tiga kali mengambil wakil dari organisasi massa Nahdlatul Ulama (NU) sebagai cawapres: Hasyim Muzadi (2004), Jusuf Kalla (2014), dan Ma’ruf Amin (2019).
Dengan kecenderungan ini, sangat terbuka kemungkinan PDI-P akan kembali mempertimbangkan untuk menjaga kedekatan dengan massa NU.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) berpeluang ada dalam koalisi ini dengan mengajukan cawapres dari kalangan Nahdliyin, baik yang ada dalam struktur partai berbasis NU maupun dari tokoh NU kultural, seperti Said Aqil Siroj.