Selain sebagai bagian dari perkembangan restorative justice dan koreksi terhadap penerapan asas legalitas, ketentuan ini akan memperluas konsep alasan pemaaf bagi pelaku tindak pidana yang diatur dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) KUHP terhadap perbuatan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan karena mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.
Mendasarkan keseluruhan uraian di atas, maka sejatinya restorative justice secara normatif telah menjadi satu mekanisme penyelesaian perkara hukum dalam konteks criminal justice system dengan stakeholder utama di Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan.
Baca Juga:
Status Tersangka Bos Pallubasa Kasus Kecelakaan Maut Dicabut Polisi
Keberhasilan dari penerapan konsep restorative justice bergantung pada ketepatan dalam penentuan personalisme, perumusan reparasi, proses reintegrasi dan partisipasi penuh dari para pihak.
Tentunya untuk mengefektifkan dan membumikan penerapan restorative justice secara konstan selain akuntabilitas dalam proses pelaksanaan dan pengawasan hasil, masih memerlukan landasan hukum yang lebih kokoh salah satunya melalui reformasi KUHP yang telah dinisiasi lebih dari setengah abad yang lalu. (Agus Suntoro, peneliti pada Puslitbang Mahkamah Agung RI)-qnt
Baca Juga:
Dugaan Penggelapan Rp6,9 Miliar, Polisi Siap Mediasi Tiko dan Mantan Istri
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Restorative Justice dan Reformasi KUHP". Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2021/11/01/06000061/restorative-justice-dan-reformasi-kuhp.
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.