Selain dalam tindak pidana tersebut, Mahkamah Agung juga telah mengarustamakan gender khususnya mengatur restorative justice pada perempuan yang berhadapan dengan hukum dan perkara pada anak.
Dalam penanganan terhadap perempuan sebagai korban, hakim harus mampu mendapatkan fakta-fakta hukum dan implikasi di masa depan bagi korban dalam proses restorative justice, dampak yang diterima korban dan bagaimana pemulihannya, memberitahukan hak mengenai restitusi dan kompensasi (diatur Pasal 98 KUHAP) dan menyediakan Pekerja Sosial (Peksos) dengan berkoordinasi dengan Dinas Sosial setempat.
Baca Juga:
Status Tersangka Bos Pallubasa Kasus Kecelakaan Maut Dicabut Polisi
Bahkan, demi alasan keamanan dapat memerintahkan proses pemeriksaan untuk didengar keterangannya menggunakan audio visual.
Pembaruan KUHP
Baca Juga:
Dugaan Penggelapan Rp6,9 Miliar, Polisi Siap Mediasi Tiko dan Mantan Istri
Kamis, 30 September 2021, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah sepakat untuk memasukan tiga Rancangan Undang-Undang termasuk satu di antaranya mengenai Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (KUHP) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2021.
Mahfud MD, selaku Menkopolhukam dalam Diskusi Publik RUU KUHP pada 21 Juni 2021 menyebut lamanya waktu pembahasan sejak tahun 1963 dan penyusunan disebabkan adanya resultan sebagai hasil kesepakatan antar stakeholders yang memiliki pendapat beragam dan mewakili kepentingan yang berbeda-beda.
Beberapa faktor yang memengaruhi di antaranya kemajemukan bangsa Indonesia sehingga akar pemikirannya sangat berbeda, dan pertentangan antara universalisme dan partiklarisme seperti implementasi Universal Decalaration on Human Rights.