Kisah kejahatan politik Sengkuni bermula ketika kakaknya, Dewi Gandari, yang dikenal kejam, bengis dan pendendam meminta bantuannya untuk mencari cara supaya anaknya Duryudana (anak sulung dari 100 bersaudara) menjadi raja Astina yang pada masa itu masih dipimpin Pandu Dewanata (adik dari Destarata).
Dalam kisah pewayangan, Pandu Dewanata terlibat dalam perang melawan muridnya sendiri Prabu Tremboko dan berakhir dengan kematian keduanya.
Baca Juga:
Dalang Cilik Siswa SDN Sawotratap I Sidoarjo Perkenalkan Wayang Kulit Kepada Adik Kelas
Tragedi berdarah ini terjadi akibat politik adu domba Sengkuni untuk merebut tampuk kekuasaan dari Pandu.
Destarata kemudian menjadi raja ad-interim (sementara) setelah kematian Pandu hingga Pandawa (anak-anak Pandu yang akan mewarisi tahta kerajaan Astina) beranjak dewasa.
Namun tidak berhenti sampai di sini, Sengkuni terus melancarkan aksi politiknya dengan terus mempengaruhi Destarata untuk menyerahkan kekuasaannya sementara waktu kepada anak sulungnya Duryudana yang juga keponakan Sengkuni.
Baca Juga:
Pagelaran Wayang Kulit, Kapolri: Warisan Budaya yang Sarat Pesan
Akhirnya, karena rayuan Sengkuni, Destarata menyerahkan kekuasaan kepada putra sulungnya, Duryudana, hanya untuk sementara waktu saja hingga para pandawa beranjak dewasa dan cukup usia untuk memimpin Astina.
Kendati demikian, tidak ada kata sementara bagi Sengkuni.
Ia terus melakukan tindak kejahatan, menyusun rencana licik, dan menghalalkan segala cara untuk melenyapkan para Pandawa supaya keponakannya bisa berkuasa selamanya di Astina.