Salah satu prinsip yang diterapkan dalam persidangan yaitu berperilaku adil. Maknanya adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, serta menjamin bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum (equality before the law).
“Hakim wajib meminta kepada semua pihak untuk tidak menunjukkan rasa suka atau tidak suka, atau keberpihakan, atas dasar kedekatan hubungan baik melalui perkataan maupun Tindakan”, demikian tercantum dalam Panduan Penegakan Kode Etik Hakim Pasal 5 ayat (2).
Baca Juga:
Tak Hargai Persidangan, Ini Deretan Hal Memberatkan di Tuntutan 11 Tahun Nikita Mirzani
Dalam konteks ruang sidang, hal sekecil apa pun yang dapat menimbulkan kesan keberpihakan harus dihindari. Karena itu, gestur menolak salaman bukanlah bentuk keangkuhan, melainkan wujud kepatuhan terhadap kode etik yang menuntut hakim menjaga jarak profesional dan marwah pengadilan. Kepatuhan semacam ini menjadi benteng utama martabat hakim, sebab persepsi publik terhadap netralitas pengadilan kerap lahir dari isyarat kecil bukan hanya dari isi putusan.
Selain kode etik, proses persidangan juga diatur secara ketat melalui Surat Edaran Dirjen Badilum Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan.
Ketentuan ini mengatur perilaku semua pihak baik jaksa, terdakwa, kuasa hukum, maupun pengunjung sidang sejak hakim memasuki ruang sidang hingga meninggalkannya.
Baca Juga:
Vadel Badjideh Divonis 9 Tahun Penjara, Ibunya Syok dan Nyaris Ambruk
Di dalam ketentuan SE Badilum Nomor 2/2020 Bagian II angka 2, menyebutkan “Pada saat hakim memasuki dan meninggalkan ruang sidang, pejabat yang bertugas sebagai protocol mempersilakan yang hadir dalam ruang sidang untuk berdiri menghormati hakim”.
Yang memimpin jalannya persidangan adalah Hakim Ketua. Setiap gerak dan tindak para pihak harus seizin Ketua Majelis, termasuk ketika pengunjung hendak keluar atau masuk ruang sidang. Ketentuan ini merupakan bagian dari upaya menjaga ketertiban dan kehormatan persidangan.
Meskipun pelanggaran terhadap tata tertib persidangan belum termasuk dalam ranah pidana, praktik contempt of court dapat diterapkan apabila perbuatan tersebut mengandung unsur-unsur pidana. Ketentuan ini menjadi penting karena menyangkut penghormatan terhadap lembaga peradilan dan proses penegakan hukum yang sedang berjalan.