WahanaNews.co | Sekitar tiga belas tahun lalu, tepatnya
September 2008, seorang jaksa Kejaksaan Agung, Urip Tri Gunawan,
divonis hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Urip
dinyatakan terbukti menerima uang terkait jabatannya sebagai anggota tim jaksa
penyelidik perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula, Kejagung Periksa Eks Stafsus Mendag
Bantuan
itu diberikan pada Bank Dagang Nasional Indonesia milik Sjamsul Nursalim.
Dia
tertangkap basah menerima suap senilai 660.000 dollar Amerika Serikat atau
sekitar Rp 6 miliar dari kerabat Sjamsul Nursalim, Artalyta Suryani, pada 2
Maret 2008.
Ia juga
terbukti memeras dan menerima suap dari mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN), Glenn Yusuf, melalui pengacara Reno Iskandarsyah, senilai Rp 1 miliar.
Baca Juga:
Korban DNA Pro Menangis Minta Keadilan di Kejari Bandung: Desak agar Uang Sitaan segera Dikembalikan
Di
tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis 20 tahun penjara
terhadap Urip pada 28 November 2008.
Sementara
itu, Mahkamah Agung, pada 11 Maret 2009, menolak permohonan kasasi Urip.
Ia pun
bebas sejak Mei 2017, setelah menjalani 9 tahun masa tahanannya.
Urip
beberapa kali mendapatkan remisi.
Berbeda
dengan Urip,jaksa Pinangki Sirna Malasari mendapat hukuman lebih ringan
atas perbuatannya.
Pinangki, yang
dinyatakan terbukti menerima suap dalam pengurusan fatwa bebas Mahkamah Agung
(MA) itu, mendapatkan hukuman 4 tahun penjara.
Pengurusan
fatwa itu merupakan upaya agar terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, dapat
kembali ke Indonesia tanpa menjalani hukuman.
Ketika
terlibat, Pinangki menjabat sebagai Kepala Subbagian Perencanaan Jaksa Agung
Muda Pembinaan.
Sebelumnya,
pada Februari 2021, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan
vonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan kepada
Pinangki.
Vonis
hukuman ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya 4 tahun.
Majelis
hakim menyatakan, Pinangki terbukti menerima uang suap 500.000 dollar Amerika
Serikat dari Djoko Tjandra.
Kedua,
Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229
dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar.
Pinangki
juga dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra,
Andi Irfan Jaya, dan mantan kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking.
Mereka
terbukti menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA demi
mendapatkan fatwa.
Pinangki
kemudian melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Majelis
hakim mengabulkan permohonan banding itu dan memangkas hukuman Pinangki selama
10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
Setelah
putusan banding, Kejaksaan memutuskan tidak mengajukan kasasi kepada Mahkamah
Agung.
Kepala
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Riono Budisantoso, pada Senin (5/7/2021), menyatakan, tuntutan jaksa
penuntut umum telah dipenuhi dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI
Jakarta.
Selain
itu, tidak ada alasan untuk mengajukan permohonan kasasi sebagaimana ketentuan
dalam Pasal 253 Ayat (1) KUHAP. [qnt]