Arsul juga mengusulkan ancaman lebih berat hingga 10 tahun, jika tindakan tersebut dimaksudkan agar seseorang menjadi bersalah.
"Apabila perbuatan sebagaimana ayat (2) dilakukan dengan tujuan agar seseorang yang seharusnya tidak bersalah menjadi dapat dinyatakan bersalah oleh pengadilan atau dengan maksud agar seseorang yang akan diadili dalam proses peradilan pidana mendapatkan hukuman yang lebih berat dari yang seharusnya diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun," katanya.
Baca Juga:
Anggota DPR Pertanyakan Kiprah Menteri HAM di Tengah Maraknya Kasus Pelanggaran
Rapat Komisi III dengan Kemenkumham yang dipimpin Wakil Menteri Eddward Omar Sharif Hiariej menyerahkan naskah perubahan RKUHP hasil masukan dari sejumlah masyarakat sipil.
Eddy, sapaan akrabnya, mengatakan ada 69 item perubahan dan penghapusan terhadap lima pasal di dalam draf terbaru RKUHP per 9 November tersebut.
Sementara itu, di tempat terpisah Menkumham Yasonna H Laoly menyampaikan isu Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mendapat atensi dari dunia internasional yakni dalam sidang Universal Periodic Review (UPR) yang digelar pada 9-11 November 2022 di Jenewa, Swiss.
Baca Juga:
Gebrakan Menteri Pigai, Bakal Sanksi Perusahaan yang Tak Patuh HAM
Yasonna menyampaikan, ada negara-negara yang mengapresiasi dan di sisi lain, ada pula yang memberikan rekomendasi kritis terhadap keputusan itu.
"Berbagai kemajuan upaya pemenuhan HAM mendapat apresiasi dari negara lain, misalnya dalam hal komitmen untuk terus memajukan capaian peranan kita memperluas akses kesehatan dan pendidikan, penghapusan kekerasan terhadap perempuan, hingga dalam upaya merevisi KUHP,"" ujar Yasonna melalui konferensi pers virtual, Rabu (9/11).
Dia mengatakan revisi KUHP ini juga menjadi salah satu rekomendasi kritis yang disampaikan negara lain terhadap Indonesia.