"Tahun lalu angkanya sudah tinggi, tapi meningkat drastis hampir 50 persen dengan terdakwa yang lebih dari 50 persen pada tahun berikutnya. Pandemi ini mengakibatkan ada gairah dari hakim untuk menjatuhkan pidana mati," katanya.
"Pada masa pandemi, ada tuntutan pidana mati yang tidak dikabulkan hakim, ada 40, tapi yang tidak dituntut jaksa tapi hakim berinisiatif menjatuhkan pidana mati 7 orang," sambungnya.
Baca Juga:
Jaksa Agung Sebut Lebih 70 Persen Mayoritas Kejahatan Terjadi di Wilayah Laut
Sementara itu, Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti mengatakan Indonesia harus mengikuti negara lain yang melakukan moratorium pidana mati. Ia menyebut hukuman pidana mati belum tentu memberikan efek jera.
"Dalam catatan Kontras, dari hasil pendampingan kami, terdapat pola tertentu terhadap akses pendampingan hukum bagi pidana mati di mana mereka tidak diberi akses yang layak untuk pendampingan hukum dan mereka kerap kali menjadi korban peradilan yang tidak adil dan juga mendapatkan perlakuan penyiksaan," kata Fatia.
"Maka dari itu, hukuman mati menjadi salah satu hal fundamental dari fokus kerja Kontras agar Indonesia juga segera terus mendorong menuju moratorium hukuman mati di Indonesia, yang di mana hukuman ini sangat primitif dan negara Indonesia juga harus mengikuti tren global menuju penghapusan hukuman mati dalam rangka kemajuan hak asasi manusia karena hukuman mati jelas-jelas melanggar hak hidup yang merupakan hak paling fundamental dari manusia," katanya.
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.