WahanaNews.co, Jakarta - Partai Demokrat menduga bahwa gugatan uji materi atau judicial review terkait batas usia calon presiden (Capres) dan wakil presiden (Cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bentuk lain dari upaya cawe-cawe Presiden Joko Widodo.
Gugatan terhadap Pasal 169 q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Partai PSI berpendapat bahwa ketentuan yang membatasi syarat minimal usia Capres-Cawapres menjadi 40 tahun adalah diskriminatif.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Francine Widjojo, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PSI, berpendapat bahwa banyak anak muda yang telah membuktikan kemampuan mereka sebagai kepala daerah, contohnya Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak, dan Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, yang juga merupakan anak sulung Presiden Joko Widodo.
Menanggapi hal ini, Deputi Analisa Data dan Informasi Balitbang DPP Partai Demokrat, Syahrial Nasution, menduga bahwa gugatan batas usia Capres-Cawapres ini adalah langkah terakhir dari cawe-cawe Jokowi.
Sebelumnya, Syahrial juga telah menyatakan bahwa Presiden Jokowi sebelumnya telah mencoba berbagai langkah cawe-cawe, seperti mendorong masa jabatan presiden tiga periode atau perpanjangan masa jabatan menjadi 2-3 tahun, namun upaya tersebut gagal.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Syahrial menyatakan, "Gugatan judicial review mengenai batas usia cawapres menurut saya adalah tahap akhir dari langkah cawe-cawe yang bisa dimanfaatkan oleh Presiden Jokowi menjelang Pemilu 2024," dalam keterangannya, mengutip Kompas.com, Senin (7/8/2023).
Syahrial juga mengungkapkan bahwa isu mengenai gugatan judicial review batas usia Capres-Cawapres masih menjadi topik pembicaraan saat ia berdiskusi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Pacitan, Jawa Timur, pada akhir Mei 2023.
Pada waktu itu, isu mengenai gugatan batas usia tersebut belum mencuat karena elite politik masih fokus pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup.