WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan bahwa pihaknya sedang menyelidiki keterlibatan delapan perusahaan gula swasta dalam dugaan korupsi terkait impor gula di Kementerian Perdagangan pada 2015–2016.
Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan atas pertanyaan media mengenai kemungkinan menetapkan kedelapan perusahaan tersebut sebagai tersangka korporasi.
Baca Juga:
Kasus Importasi Gula, Kejagung Periksa 2 Pejabat Bea Cukai
“Saat ini kami masih melakukan pendalaman. Penyidikan khusus baru dua hari menetapkan tersangka,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Kamis (31/10/2024).
Ia menegaskan bahwa penyidik sedang mendalami seluruh aspek untuk mencari bukti materiil yang terkait dengan masing-masing perusahaan.
“Jika alat bukti mencukupi, kami akan menetapkannya sebagai tersangka, tapi ini masih awal. Mohon bersabar,” tambahnya.
Baca Juga:
Netizen Soroti Pelabelan Minuman Nutri-Grade di Singapura Menurut Kategorinya A Sampai D
Kejagung telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yaitu Thomas Trikasih Lembong, Menteri Perdagangan periode 2015–2016, dan CS, Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Menurut Kejagung, kasus ini bermula ketika Tom Lembong, sebagai Menteri Perdagangan, memberikan izin impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk diolah menjadi gula kristal putih, meskipun rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015 menyatakan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu mengimpor gula.
Kejagung juga menyatakan bahwa persetujuan impor ini tidak melalui koordinasi dengan instansi terkait dan tidak ada rekomendasi dari Kementerian Perindustrian untuk memastikan kebutuhan gula dalam negeri.
Pada 28 Desember 2015, dalam rapat koordinasi perekonomian, dibahas bahwa pada 2016 Indonesia mengalami kekurangan gula kristal putih sebesar 200.000 ton untuk menjaga stabilitas harga dan memenuhi stok gula nasional.
Pada November–Desember 2015, tersangka CS memerintahkan bawahannya untuk bertemu dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI, guna membahas kerja sama impor gula kristal mentah yang akan diolah menjadi gula kristal putih.
Pada Januari 2016, Tom Lembong menandatangani surat yang memberi tugas kepada PT PPI untuk memenuhi stok gula nasional dan stabilisasi harga dengan menggandeng produsen gula dalam negeri untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebanyak 300.000 ton.
Selanjutnya, PT PPI menjalin kerja sama dengan delapan perusahaan tersebut. Kejagung menyebutkan bahwa seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih dan yang berwenang melakukan impor adalah BUMN, yaitu PT PPI.
Namun, dengan persetujuan tersangka Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah tersebut diberikan, meskipun delapan perusahaan tersebut hanya berizin untuk memproduksi gula rafinasi.
Produksi gula kristal putih oleh kedelapan perusahaan itu kemudian seolah-olah dibeli oleh PT PPI, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta kepada masyarakat melalui distributor terkait dengan harga Rp16.000 per kilogram, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp13.000 per kilogram, tanpa melalui operasi pasar.
Dari transaksi ini, PT PPI menerima imbalan Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan tersebut.
Kerugian negara yang ditaksir akibat praktik ini mencapai Rp400 miliar, yang merupakan keuntungan delapan perusahaan swasta yang seharusnya diperoleh BUMN atau PT PPI.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]