WAHANANEWS.CO, Jakarta - Hari ini, Jumat (25/7/2025), menjadi babak penting dalam perjalanan hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Setelah melalui serangkaian persidangan yang menyita perhatian publik, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat akhirnya menjatuhkan vonis tiga tahun enam bulan penjara terhadap Hasto dalam perkara suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024.
Baca Juga:
Isi Chat Harun Masiku Terbongkar di Sidang: Sebut Nama Hasto, Puan, dan Megawati
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara tiga tahun dan enam bulan dengan pidana denda Rp250 juta,” ujar Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto saat membacakan amar putusan di ruang sidang Tipikor, Jumat (25/7/2025) siang.
Dalam pertimbangan hukum, majelis menyatakan bahwa Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sejumlah Sin$57.350 atau setara Rp600 juta.
Suap itu diberikan agar Wahyu memuluskan penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW. Wahyu sendiri pernah menjadi kader PDIP.
Baca Juga:
Sidang Hasto, Ahli Sebut Perintah Tenggelamkan HP Bentuk Perintangan Penyidikan
Namun dalam perkara lain, Hasto dinyatakan tidak terbukti merintangi penyidikan kasus Harun Masiku yang hingga kini masih berstatus buronan sejak 2020.
Dengan demikian, majelis memutuskan Hasto harus dibebaskan dari dakwaan pertama yang menjeratnya dengan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor tentang perintangan penyidikan.
“Sehingga majelis berkesimpulan terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan kesatu melanggar Pasal 21 Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” ucap salah satu hakim anggota.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya meminta agar Hasto dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp600 juta, subsider enam bulan kurungan.
Majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan, seperti sikap sopan Hasto selama persidangan, tidak pernah dihukum sebelumnya, dan memiliki tanggungan keluarga.
Sedangkan hal yang memberatkan adalah ketidaksediaan terdakwa mendukung upaya pemberantasan korupsi serta melemahkan independensi lembaga KPU.
Seperti diketahui, kasus ini bermula dari pengusutan dugaan pengaruh yang dimainkan oleh petinggi partai dalam proses PAW pasca-Pemilu 2019.
Nama Harun Masiku, yang semula merupakan caleg PDIP namun gagal lolos ke parlemen, kembali mencuat setelah muncul dugaan upaya penyuapan terhadap KPU agar Harun bisa menggantikan caleg lain yang mengundurkan diri.
Meski Harun hingga kini belum tertangkap, proses hukum terhadap pihak-pihak yang dinilai terlibat dalam memfasilitasi aksinya terus berjalan.
Dalam beberapa kesempatan, jaksa KPK menilai Hasto berperan aktif menghalangi penyidik dalam memburu Harun Masiku. Namun majelis hakim berpendapat sebaliknya.
Vonis terhadap Hasto menjadi babak penting dalam pengusutan skandal PAW yang sempat mengguncang citra PDIP dan Komisi Pemilihan Umum.
Kasus ini juga memperlihatkan kompleksitas relasi antara partai politik dan penyelenggara pemilu dalam sistem demokrasi Indonesia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]