Selanjutnya,
kata Agustinus, dihubungkan dengan kondisi yang mendesak pasien suspek
Covid-19, maka tidak menunggu waktu lama dalam penanganannya, dan perbuatan
tersebut harus dilakukan.
"Sehingga
dengan demikian niat jahat atau Mens rea
dari empat terdakwa untuk menodai agama Islam atau agama yang dianut di
Indonesia, dengan cara memandikan jenazah wanita muslim yang bukan muhrim dan
membuka pakaian sampai telanjang, tidak ditemukan adanya niat dari para
terdakwa," jelasnya.
Baca Juga:
Pembunuhan Berencana di Muaro Jambi, Pelaku Terancam Hukuman Mati
"Jadi
kami simpulkan unsur ketidaksengajaan tidak ditemukan dalam perkara ini. Para
pelaku melakukan tugasnya pemusalaran pasien suspek Covid," katanya,
menambahkan.
Selain
itu, unsur kesengajaan di muka umum dalam Pasal 156 huruf a junto Pasal 55
ayat (1) tentang Penistaan Agama.
Bahwa
dari keterangan dari saksi dan para terdakwa melalui bukti surat dan berkas
perkara, diperoleh fakta bahwa rumah sakit, khususnya ruang instalasi jenazah,
bukan tempat umum.
Baca Juga:
Pasca Pemblokiran Jalan, Polsek Mandiangin Bersama Personil Brimob Patroli Gabungan
Ruang
instalasi jenazah Forensik RSUD Djamasen Saragih bebas dikunjungi untuk umum,
namun tidak semua orang bisa memasukinya.
Sehingga
tidak bisa disebut sebagai tempat umum.
Dalam
unsur perkara ini, jelas Agustinus, yang terjadi di masa pandemi Covid 19
sebagaimana Perpers 12 Tahun 2020 tentang penetapan bencana non alam penyebaran
Covid-19 sebagai bencana nasional.