WahanaNews.co | Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menegaskan komitmennya untuk meningkatkan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Melalui regulasi dan layanan terpadu, pemerintah terus mendorong implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan sejumlah peraturan turunan lainnya.
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Agung Budi Santoso, menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam melaksanakan kewenangan yang diamanatkan oleh UU TPKS dan Perpres Nomor 55 Tahun 2024.
“Peraturan tersebut memberikan arahan jelas bagi pemerintah daerah untuk menjalankan layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Salah satu langkah konkret yang didorong Kemen PPPA adalah pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Unit ini dirancang untuk menjadi ujung tombak layanan terpadu bagi korban kekerasan fisik, seksual, dan diskriminasi,” kata Agung, pada Jumat (22/11/2024).
Hingga kini, kata Agung, sudah ada 332 UPTD PPA yang tersebar di berbagai daerah. Namun, jumlah ini baru mencakup sekitar 60% kebutuhan nasional.
Baca Juga:
Kemen PPPA Kawal Kasus Penyekapan Anak di Jakarta
Sebanyak 120 kabupaten/kota masih belum memiliki unit ini, menunjukkan perlunya percepatan pembentukan layanan di wilayah yang belum terjangkau.
Berdasarkan data survei nasional, kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia masih sangat tinggi. Sekitar 11,5 juta anak usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan emosional atau seksual.
Dari sisi perempuan, 24,1% atau satu dari empat perempuan usia 15-64 tahun pernah menjadi korban kekerasan fisik dan/atau seksual, baik oleh pasangan maupun pihak lain.
“Namun, hanya sebagian kecil dari korban yang berhasil mendapatkan layanan. Angka korban yang terlayani melalui lembaga seperti UPTD PPA masih sangat kecil dibandingkan jumlah kasus empiris. Hal ini menunjukkan perlunya pengembangan layanan yang lebih luas dan merata,” ungkapnya.
Kemen PPPA juga menyoroti berbagai bentuk kekerasan, mulai dari fisik hingga emosional, serta perlunya upaya penanganan yang melibatkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga terkait.
Untuk itu, pemerintah menetapkan target seluruh daerah memiliki UPTD PPA yang berfungsi penuh pada tahun 2025. Fungsi UPTD PPA sendiri terus diperbarui, dari yang semula hanya memiliki enam fungsi, kini jumlahnya bertambah menjadi sebelas, mencakup aspek penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban. Penyelarasan peran ini diharapkan dapat meningkatkan akses korban terhadap layanan.
Selain itu, Kemen PPPA juga menggandeng instansi vertikal di daerah untuk memberikan informasi terpadu kepada korban kekerasan seksual. Sinergi ini diharapkan dapat menjangkau lebih banyak korban, terutama di wilayah dengan angka kekerasan tinggi.
“Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah rendahnya pelaporan kasus kekerasan. Fenomena “gunung es” ini mencerminkan bahwa jumlah kasus yang terlapor jauh lebih kecil dibandingkan kasus sebenarnya. Pelaku kekerasan sering kali adalah orang terdekat korban, sehingga sulit bagi korban untuk melapor. Karena itu, edukasi kepada masyarakat menjadi penting untuk meningkatkan kesadaran akan pelaporan kasus,” jelas Agung.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia di UPTD PPA juga menjadi perhatian. Pemerintah tengah memfinalisasi peraturan terkait penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi petugas UPTD PPA untuk meningkatkan profesionalisme dan efektivitas layanan.
Dari sisi regulasi, Kemen PPPA menyebutkan bahwa peraturan turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan Perpres memberikan landasan kuat bagi daerah untuk menjalankan layanan perlindungan. Mekanisme ini juga mencakup penanganan korban hingga rehabilitasi pelaku kekerasan.
“Kekerasan seksual adalah kejahatan serius yang membutuhkan penanganan menyeluruh. Pemerintah memiliki kewajiban moral dan hukum untuk memastikan semua korban mendapatkan hak mereka,” jelasnya.
Dengan peran aktif pemerintah daerah, dukungan kebijakan pusat, dan sinergi lintas sektor, Kemen PPPA optimistis layanan perlindungan korban kekerasan seksual dapat ditingkatkan secara signifikan.
Hal ini menjadi langkah penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan ramah bagi perempuan dan anak di seluruh Indonesia.
[Redaktur: Zahara Sitio]