WahanaNews.co | Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengawal penanganan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh seorang oknum anggota DPRD terpilih (HA) di Kota Singkawang.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menyampaikan pihaknya telah melakukan kunjungan ke Polda Kalimantan Barat guna melakukan koordinasi dan monitoring perkembangan laporan dengan pihak terkait.
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
Selain berkoordinasi dengan pihak kepolisian, Nahar menyampaikan pihaknya bersama Kompolnas juga bertemu langsung dengan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) dan sekaligus memberikan dukungan kebutuhan spesifik bagi anak.
Pihaknya juga melakukan diskusi intensif dengan para pendamping anak untuk memahami situasi korban secara lebih mendalam.
Para pendamping memiliki peran penting dalam memastikan bahwa proses pemulihan berjalan dengan baik dan hak-hak anak terpenuhi.
Baca Juga:
Kemen PPPA Kawal Kasus Penyekapan Anak di Jakarta
“Kami menekankan pentingnya pemenuhan hak anak, termasuk hak mendapatkan layanan perlindungan, pendampingan psikologis, dan hak restitusi berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menghitung kerugian yang dialami AMPK. Hal ini diharapkan dapat membantu korban dalam proses pemulihan dan dampak lainnya,” kata Nahar.
“Kami pun mendorong agar para Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menjatuhkan hukuman maksimal kepada terduga pelaku atas tindakannya yang tidak hanya merugikan korban, namun juga dapat menimbulkan akibat yang luar biasa seperti stigma lingkungan, gangguan psikologis berupa trauma berkepanjangan dan juga gangguan seksual. Keluarga korban juga berharap proses hukum dapat segera memberikan keadilan,” ungkapnya.
Kemen PPPA mendukung penggunaan ancaman hukuman bagi pelaku jika memenuhi unsur Pasal 76D dan Pasal 76E UU No. 35 Tahun 2014 dengan hukuman sesuai Pasal 81 Ayat (2) dan Pasal 82 Ayat (1) UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Dan Pasal 6 Huruf c UU RI No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman penjara maksimal 15 (lima belas) tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000, 00 (lima miliar rupiah).
Nahar pun menegaskan, dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menegaskan bahwa perkara TPKS tidak dapat dilakukan di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak diselesaikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Nahar menambahkan “Jika masyarakat melihat tindak kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129. Selanjutnya terkait kasus ini, Kemen PPPA akan mengawal kasus ini hingga tuntas, terlebih karena korban masih berusia anak. Semua anak adalah anak kita yang wajib kita jaga dan lindungi bersama.”
[Redaktur: Zahara Sitio]