Tersangka juga diduga melakukan pengadaan tanpa kajian teknis. Yakni perolehan lahan hanya 17,8 Hektar namun belum berbentuk sertifikat induk; Kelebihan pembayaran Dana Legalitas yaitu Rp2 miliar untuk 40 Hektar bukan 17,8 hektar.
"Lalu dalam perjanjian kerjasama tertera Rp30 miliar termasuk legalitas di BPN sehingga pengeluaran lagi Rp2 Miliar tidak sah sesuai perjanjian kerjasama dan penggunaan Rp700 juta tanpa izin Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad)," kata Ketut.
Baca Juga:
Jaksa Tuntut Terapis Pijat Asal Buleleng 3 Tahun Penjara di Kasus Pemerasan dan Pengancaman
Tersangka juga diduga melakukan penyimpangan untuk pengadaan lahan di Gandus, Sumatera Selatan. Di mana embayaran dilakukan tidak sesuai mekanisme yaitu sesuai progres perolehan lahan, pembayaran 100% hanya jika sudah menjadi sertifikat induk.
Selanjutnya, Pengadaan Tanpa Kajian Teknis, perolehan hanya dokumen Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah (SPPHT) dengan keterangan luas 40 Hektar tanpa bukti fisik tanah.
Termasuk, lahan yang diperoleh NIHIL dari pembayaran Rp.41,8 Miliar. Dan Tersangka KGS MMS tidak membeli kembali SPPHT yang gagal menjadi Hak Guna Garap (HGG) /Sertifikat Induk.
Baca Juga:
Bunuh Adik Kelas, Mahasiswa UI Dituntut Hukuman Mati
"Adapun estimasi kerugian keuangan Negara dalam perkara ini berdasarkan perhitungan sementara oleh Tim Penyidik Koneksitas sebesar Rp 59 Miliar," tuturnya.
Kejagung sebelumnya juga menetapkan seorang Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI berinisial YAK dan Dirut PT Griya Sari Harta atau GSH berinisial NPP sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan (TWP) TNI AD 2013-2020.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil dari tim penyidik koneksitas dari Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil), Pusat Polisi TNI Militer AD dan Auditorat Militer Tinggi II Jakarta.