"Kalau
relevansi, it's okay. Relevan membicarakan RUU ini.
Tapi, kalau kita timbang dari dua parameter yang lain, yaitu
urgensi dan signifikansi, sebagai Baleg yang mempunyai tugas membuat begitu
banyak UU, melihat konteks dan momentumnya, saya kok melihat belum masuk saat ini," kata Hendrawan.
Hendrawan
pun meminta para pengusul mempelajari isu pembahasan pada periode lalu yang
membuat RUU Larangan Minuman Beralkohol terhambat dan tak selesai.
Baca Juga:
Mengejutkan, Sudiami Resmi Jadi Anggota Parlemen Bombana dengan 393 Suara
Menurutnya,
persoalan yang saat ini diperdebatkan masih sama seperti pembahasan pada
periode lalu, misalnya tentang nomenklatur "larangan" pada judul RUU.
Selain
itu, pengaturan ketentuan pidana juga harus dipertimbangkan dengan jelas dan
objektif.
"Saya
berharap tim pengusul menarik wisdom
dari pengalaman masa lalu untuk diinkorporasi dalam apa yang akan kita lakukan
di masa depan," ujarnya.
Baca Juga:
Anggota DPR Habiburokhman Temui Massa Aksi, Dilempari Botol
Hal
senada disampaikan anggota Fraksi Golkar, John Kenedy Azis. John memandang, RUU
Larangan Minuman Beralkohol bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang baru saja disahkan.
Menurut
dia, RUU Larangan Minuman Beralkohol berpotensi mematikan UMKM yang memproduksi
minuman beralkohol.
"Bahwa
ternyata memang industri minuman ini banyak dikuasai oleh industri dari UMKM.
Oleh karena itu, RUU ini tidak sejalan dengan UU Cipta Kerja yang baru saja
ditandatangani oleh presiden," kata John.