"Terjadi
kejelasan siapa yang boleh memproduksi, dengan kadar alkohol berapa itu
produksi yang boleh dikonsumsi, dan siapa yang boleh membeli. Saya kira ini
cukup jelas tujuan dari dibuatnya peraturan perundang-undangan itu," ujar
dia.
Kendati
begitu, Institute for Criminal Justice
Reform (ICJR) berpendapat, pengecualian yang tertuang dalam draf RUU Larangan Minuman
Beralkohol sama sekali tak menghadirkan kejelasan hukum.
Baca Juga:
Mengejutkan, Sudiami Resmi Jadi Anggota Parlemen Bombana dengan 393 Suara
ICJR
malah khawatir RUU ini akan melahirkan kesewenang-wenangan hukum.
Menurut
ICJR, dalam keterangan pers, Jumat (13/11/2020), RUU tersebut justru menggunakan
pendekatan prohibitionist atau larangan buta karena mengatur bahwa tiap orang
dilarang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual
minuman beralkohol di wilayah RI. Mereka yang melanggar pun dikenai sanksi pidana.
"Walaupun
memuat pengecualian larangan, namun pengaturan pengecualian tersebut sama
sekali tidak jelas, bahkan akan diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah. Ketidakjelasan pengecualian yang ketat ini dapat memberi dampak
terjadi kesewenangan," kata ICJR.
Baca Juga:
Anggota DPR Habiburokhman Temui Massa Aksi, Dilempari Botol
Wakil
Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan, berbagai respons publik terhadap RUU Larangan Minuman
Beralkohol akan menjadi atensi parlemen.
Dasco
mengatakan, Baleg tentu akan mempertimbangkan kelanjutan pembahasan RUU
Larangan Minol yang telah dipaparkan para pengusul dengan masukan dan saran
yang ada.
"Ini
adalah suatu dinamika dalam pembahasan RUU di DPR, di mana penolakan-penolakan
maupun masukan-masukan akan menjadi perhatian dari Baleg untuk lebih mencermati
pembahasan dari usulan dari pengusul tersebut," kata Dasco di Gedung DPR,
Senayan, Jakarta, Jumat (13/11/2020). [dhn]