WAHANANEWS.CO. Jakarta - Awal tahun 2025 dikejutkan dengan mencuatnya polemik pagar laut misterius yang membentang sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Struktur raksasa yang muncul tanpa kejelasan itu langsung mengundang tanda tanya besar: siapa yang membangun, untuk apa, dan bagaimana bisa berdiri tanpa terendus?
Baca Juga:
Soal Pagar Laut Tangerang, Mahmud MD Beri Komentar Menohok
Gelombang kehebohan semakin membesar ketika kasus ini menyeret sejumlah nama besar ke dalam pusarannya. Tak tanggung-tanggung, tiga purnawirawan TNI ikut terseret dalam kontroversi ini.
Melansir Tribunnews, inilah ketiga tokoh TNI tersebut.
1. Letjen (Purn) Nono Sampono
Baca Juga:
Soal Viral Foto Pagar Laut Tangerang 2014, Eks Bupati Ahmed Zaki Buka Suara
Letjen TNI (Purn) Nono Sampono, seorang purnawirawan militer, saat ini menjabat sebagai Presiden Direktur Agung Sedayu Group.
Ia juga tercatat sebagai salah satu direksi di PT Cahaya Inti Sentosa, perusahaan yang menguasai Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa di area tersebut terdapat 263 bidang tanah dengan status SHGB. Rinciannya, 234 bidang dimiliki PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan sembilan bidang dimiliki secara perorangan. Selain itu, ada 17 bidang tanah yang berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM).
Berdasarkan data Ditjen AHU Kementerian Hukum yang dikutip oleh Antara, PT Cahaya Inti Sentosa beroperasi di sektor real estate.
Perusahaan ini dimiliki oleh PT Agung Sedayu, PT Tunas Mekar, dan Pantai Indah Kapuk 2, serta beberapa individu lainnya.
Nono Sampono sendiri dikenal sebagai sosok militer dengan rekam jejak yang kuat. Lahir pada 1 Maret 1953, ia memulai kariernya di dunia militer setelah bergabung dengan Akademi Angkatan Laut (AAL) pada tahun 1972.
Sepanjang kariernya, Nono menempati berbagai posisi strategis, di antaranya sebagai Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) periode 2001-2003, Gubernur AAL, serta Komandan Jenderal Akademi TNI.
Ia juga pernah menjadi anggota pasukan pengamanan presiden di era Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri.
Pada tahun 2010, Nono ditunjuk sebagai Kepala Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas) oleh Menteri Perhubungan, menggantikan Wardjoko. Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI periode 2019-2024, mewakili Provinsi Maluku setelah meraih 60.934 suara.
Sebelumnya, ia juga menjabat sebagai anggota DPD RI periode 2014-2019 dengan perolehan 65.189 suara.
2. Freddy Numberi
Kasus pagar laut di Tangerang, Banten, turut menyeret nama Freddy Numberi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2004-2009.
Purnawirawan TNI Angkatan Laut ini diduga menjabat sebagai komisaris di dua perusahaan yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan laut Tangerang, yakni PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa.
Nama Freddy Numberi mencuat setelah Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkapkan daftar kepemilikan SHGB dan SHM yang diterbitkan di area pagar laut tersebut. Jabatan Freddy sebagai komisaris kedua perusahaan itu juga tercatat dalam dokumen Akta Hukum Umum (AHU).
Freddy dikenal sebagai salah satu tokoh militer dan politikus berpengaruh di Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), lalu diangkat sebagai Menteri Perhubungan pada 2009-2011.
Sebelumnya, ia juga pernah menjabat sebagai Gubernur Papua pada 1998 serta Duta Besar Indonesia untuk Italia dan Malta.
Laksamana Madya TNI (Purn.) Freddy Numberi lahir pada 15 Oktober 1947. Ia merupakan lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) tahun 1968, lalu melanjutkan pendidikan di Akademi Angkatan Laut (AAL) Surabaya dan lulus pada Desember 1971.
Dalam perjalanan kariernya di dunia militer, Freddy pernah dipercaya sebagai Komandan KRI Sembilan di perairan timur Indonesia serta memimpin Satuan Tugas Proyek Pengadaan Kapal Parchim, Frosch, dan Kondor pada 1995-1996.
Pangkat tertinggi yang diraihnya di TNI AL adalah Laksamana Madya.
3. Hadi Tjahjanto
Mantan Panglima TNI, Marsekal (Purn.) Hadi Tjahjanto, ikut terseret dalam polemik terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas kawasan yang kini dipasangi pagar laut di perairan Tangerang, Banten.
Isu ini mencuat setelah Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, membeberkan kepemilikan lahan di area pagar laut Tangerang pada Senin (20/1/2025).
Nusron menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN memiliki wewenang untuk meninjau ulang penerbitan sertifikat tersebut, yang dikeluarkan pada tahun 2023.
Sebagai mantan Menteri ATR/BPN periode 2022-2024, Hadi pun mendapat sorotan dan dimintai keterangan oleh media. Namun, ia mengaku tidak mengetahui secara spesifik proses penerbitan sertifikat lahan pagar laut tersebut selama masa jabatannya.
4. Karier Militer
Hadi Tjahjanto dikenal sebagai sosok dengan perjalanan karier panjang di dunia militer, khususnya di TNI Angkatan Udara (TNI AU).
Lahir sebagai penerbang, ia memulai tugasnya sebagai Perwira Penerbang Skadron Udara 4 Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh pada 1986.
Seiring waktu, ia dipercaya mengemban berbagai posisi strategis, seperti Komandan Satuan Udara Pertanian Komando Operasi Angkatan Udara I (2001) dan Kepala Departemen Operasi Sekolah Komando Kesatuan Angkatan Udara (2004).
Pada 2006, ia menjabat sebagai Kepala Dinas Personel Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh, lalu pada 2007 menjadi Kepala Sub Dinas Administrasi Prajurit Dinas Administrasi Persatuan Angkatan Udara.
Kariernya terus menanjak dengan menjabat sebagai Komandan Pangkalan Udara Adi Soemarmo (2010–2011) dan Perwira Bantuan I/Rencana Operasi TNI (2011).
Hadi semakin dikenal ketika ditunjuk sebagai Perwira Menengah Sekretaris Militer Kementerian Sekretaris Negara pada 2011, yang kemudian membawanya menjadi Direktur Operasi dan Latihan Badan SAR Nasional di tahun yang sama.
Pada 2013, ia dipercaya sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara sebelum kembali ke Pangkalan Udara Abdul Rachman Saleh sebagai komandan pada 2015. Di tahun yang sama, ia bergeser ke posisi Sekretaris Militer Presiden.
Kariernya semakin moncer saat ditunjuk sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan pada 2016, kemudian naik menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Udara pada 2017.
Puncaknya, Hadi diangkat sebagai Panglima TNI, mengukuhkan namanya sebagai salah satu perwira tinggi paling berpengaruh di Indonesia.
Kronologi Polemik Pagar Laut
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, mengungkapkan bahwa pihaknya pertama kali menerima laporan terkait aktivitas pemagaran laut pada 14 Agustus 2024.
Menindaklanjuti informasi tersebut, DKP Banten melakukan pengecekan langsung pada 19 Agustus 2024 dan mendapati pemagaran laut yang baru mencapai sekitar 7 kilometer.
Pada 5 September 2024, tim DKP Banten dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok ditugaskan untuk mengecek lokasi pemagaran, sementara kelompok lainnya berkoordinasi dengan camat serta beberapa kepala desa di sekitar kawasan tersebut.
Hasil koordinasi menunjukkan bahwa aktivitas pemagaran laut itu tidak memiliki rekomendasi atau izin resmi dari camat maupun pemerintahan desa setempat.
Kemudian, pada 18 September 2024, Eli bersama timnya kembali melakukan patroli, kali ini melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).
Dalam patroli tersebut, DKP Banten menginstruksikan agar seluruh kegiatan pemagaran laut dihentikan.
Tak lama setelah DKP Banten menyampaikan temuan mereka, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) turun tangan dan resmi menyegel pagar laut di Tangerang pada Kamis (9/1/2025).
Penyegelan dilakukan karena pemagaran tersebut diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dan berada di kawasan Zona Perikanan Tangkap serta Zona Pengelolaan Energi.
Dilansir dari Kompas.com (10/1/2025), pagar laut tersebut dinilai berpotensi merugikan nelayan serta membahayakan ekosistem pesisir.
Diklaim Dibangun Swadaya
Di tengah polemik tentang siapa pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut di Tangerang, sebuah kelompok masyarakat tiba-tiba mengklaim bahwa pagar tersebut merupakan hasil inisiatif warga setempat.
Kelompok nelayan bernama Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang menyatakan bahwa pagar laut tersebut didirikan secara swadaya oleh masyarakat.
Koordinator JRP, Sandi Martapraja, pada Sabtu (11/1/2025) menjelaskan bahwa pagar itu sebenarnya berfungsi sebagai tanggul mitigasi bencana, khususnya untuk menghadapi ancaman tsunami dan abrasi.
"Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat sebagai upaya pencegahan abrasi," ujarnya, dikutip dari Kompas.com.
PIK 2 Membantah Keterlibatan
Di sisi lain, manajemen pengembang kawasan Pantai Indah Kosambi (PIK) 2 menegaskan bahwa mereka tidak terlibat dalam pembangunan pagar laut di perairan Tangerang.
"Itu tidak ada kaitannya dengan kami. Selanjutnya, kuasa hukum kami yang akan memberikan penjelasan dan tindak lanjut," ujar Toni, perwakilan manajemen PIK 2, sebagaimana dikutip dari Kompas.com (13/1/2025).
Toni menambahkan bahwa pengembangan kawasan PIK 2 masih berlangsung dan mencakup wilayah pesisir utara Tangerang hingga Kecamatan Kronjo.
Namun, ia menegaskan bahwa tudingan mengenai keterlibatan PIK 2 dalam pembangunan pagar bambu di perairan Tangerang adalah tidak benar.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]