Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukum menjelaskan bahwa sebuah pertunjukan komersial setidaknya melibatkan dua pihak utama, yakni penyelenggara pertunjukan dan pelaku pertunjukan.
Menurut Enny, penyelenggara pertunjukan adalah pihak yang merancang, mengatur, dan melaksanakan keseluruhan rangkaian acara, sedangkan pelaku pertunjukan adalah individu atau kelompok yang menampilkan karya cipta di hadapan penonton.
Baca Juga:
UU TNI Kembali Digugat ke MK, Batasi Prajurit TNI di Jabatan Sipil
Dengan demikian, frasa “setiap orang” berpotensi menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum jika tidak diberi penegasan.
Mahkamah juga menilai bahwa keuntungan dari pertunjukan komersial ditentukan oleh jumlah penjualan tiket. Data penjualan tiket tersebut hanya diketahui secara pasti oleh penyelenggara pertunjukan.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pihak yang seharusnya membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta melalui LMK ketika dilakukan penggunaan ciptaan dalam suatu pertunjukan secara komersial adalah pihak penyelenggara pertunjukan,” kata Enny.
Baca Juga:
Kritik Suharyanto soal Bencana Sumatera, Saldi Isra Desak Evaluasi Penempatan TNI di Kementerian
Penegasan soal “Imbalan yang Wajar”
Selain soal kewajiban pembayaran royalti, MK juga memberikan penafsiran atas frasa “imbalan yang wajar” dalam Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta yang dipersoalkan para pemohon.
Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa frasa tersebut bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai secara jelas.