Sanksi Pidana sebagai Upaya Terakhir
Dalam putusan tersebut, MK menegaskan bahwa sanksi pidana dalam pelanggaran hak cipta harus ditempatkan sebagai upaya terakhir atau ultimum remedium.
Baca Juga:
UU TNI Kembali Digugat ke MK, Batasi Prajurit TNI di Jabatan Sipil
Penyelesaian sengketa seharusnya lebih dahulu ditempuh melalui mekanisme administratif atau perdata.
“Dalam konteks hak cipta, sanksi pidana hanya akan diterapkan setelah semua upaya penyelesaian mekanisme yang lain, seperti sanksi administratif atau perdata, dinilai tidak memadai atau tidak memberikan penyelesaian,” kata Enny.
Mahkamah menilai bahwa penggunaan sanksi pidana sebagai langkah awal berpotensi menimbulkan rasa takut bagi para pengguna ciptaan, khususnya seniman, musisi, dan pelaku pertunjukan, serta dapat berdampak pada ekosistem seni dan budaya nasional.
Baca Juga:
Kritik Suharyanto soal Bencana Sumatera, Saldi Isra Desak Evaluasi Penempatan TNI di Kementerian
Menurut MK, kerugian akibat pelanggaran hak cipta pada dasarnya bersifat ekonomi sehingga lebih tepat diselesaikan melalui mekanisme administratif dan perdata, termasuk pembayaran ganti rugi melalui LMK.
“Oleh karena itu, penyelesaian sengketa yang ditempuh seharusnya adalah dengan terlebih dahulu mengedepankan penyelesaian secara administratif dan/atau keperdataan sebelum menempuh penegakan sanksi hukum pidana,” ujarnya.
MK juga menegaskan bahwa penegakan sanksi pidana harus dilakukan dengan pendekatan keadilan restoratif.