Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, total ada 11 isu dugaan pelanggaran etik yang diproses pihaknya.
Pertama, terkait Anwar Usman yang tak mengundurkan diri dalam memutus perkara 90/PUU-XXI/2023. Padahal, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023 jelas menyebutkan bahwa dirinya mengajukan uji materi karena khawatir Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo yang juga keponakan Anwar Usman, tak bisa berlaga pada Pilpres 2024 karena belum cukup umur.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
Kedua, terkait Anwar yang membicarakan perkara syarat usia minimum capres-cawapres di luar ruang sidang. Padahal perkara itu sedang bergulir di MK.
Ketiga, pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang mengandung keluh kesah terkait dinamika internal jelang pengambilan putusan.
Keempat, soal hakim konstitusi yang membicarakan masalah internal di luar MK. Sebelumnya, hakim konstitusi Arief Hidayat dalam beberapa kesempatan selepas Putusan 90/PUU-XXI/2023 mengungkapkan sisi emosionalnya terhadap reputasi MK yang menurutnya jatuh ke titik nadir.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Kelima, dugaan kejanggalan dan pelanggaran prosedur terkait pendaftaran perkara nomor 90 yang sempat ditarik, namun batal dicabut, dengan dugaan atas perintah pimpinan.
Keenam, soal pembentukan MKMK yang diduga tak pernah diproses sejak diperintahkan oleh Undang-undang MK hasil revisi atau tahun 2020.
Ketujuh, manajemen pengambilan Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap bermasalah, sebab terdapat dissenting opinion hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic yang justru dihitung sebagai alasan berbeda (concurring opinion).