Kedelapan, penggunaan MK sebagai alat politik praktis jelang Pilpres 2024, termasuk di dalamnya dugaan kesengajaan intervensi dari pihak luar.
Kesembilan, bocornya dinamika internal MK ke publik. Ke-10 dan ke-11, adanya dugaan kebohongan Anwar Usman dan dugaan pembiaran oleh delapan hakim konstitusi lain terhadap Anwar yang turut memutus perkara meski terdapat potensi konflik kepentingan di dalamnya.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
"Sepanjang menyangkut isu yang dilaporkan kemarin, sudah terang, tapi sekarang tumbuh berkembang baru lagi. Nanti kita nilai di putusan," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
MKMK menyatakan bakal membacakan putusan terkait aduan ini paling lambat pada 7 November 2023, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres Pilpres 2024 pengganti ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Wacana hak angket
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Sementara, dari kalangan Parlemen, muncul ide untuk menggunakan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI guna mengusut dugaan kejanggalan putusan MK ini.
Wacana penggunaan hak angket mencuat dalam rapat Paripurna DPR RI, Selasa (31/10/2023), yang diusulkan oleh anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu. Menurut Masinton, Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 mengancam konstitusi lantaran diduga mengakomodir kepentingan kelompok tertentu.
“Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak. Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR,” kata Masinton.