WahanaNews.co, Jakarta – Mahfud MD menjelaskan perbedaan hasil vonis penyelesaian dugaan kecurangan pemilu 2024 lewat jalur angket DPR dan gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Calon wakil presiden nomor urut 3 itu menegaskan dua jalur itu dibolehkan. Hak angket merupakan jalur politik yang kewenangannya diberikan kepada partai pemilik kursi di DPR. Sedangkan gugatan MK kewenangannya dimiliki oleh setiap Paslon.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
"Semua anggota parpol di DPR punya legal standing untuk menuntut dengan angket. Adalah salah mereka yang mengatakan bahwa kisruh pemilu ini tak bisa diselesaikan melalui angket. Bisa, dong," ucap Mahfud lewat cuitannya, Senin (26/2).
Namun, meski sama-sama dibolehkan, keduanya memiliki dampak atau konsekuensi hukum yang berbeda. Pada hak angket, jelas Mahfud, vonisnya tidak bisa membatalkan hasil pemilu yang telah diputuskan KPU.
Jika hasil penyelidikan hak angket membuktikan pemilu terlaksana dengan curang, presiden menjadi objek hukum. Sebab, dia adalah pelaksana undang-undang.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
"Adresat angket adalah Presiden karena kebijakannya yang terkait pelaksanaan UU dalam kebijakan apa pun, termasuk kebijakan yang kemudian terkait dengan pemilu (bukan hasil pemilu)," ucap Mahfud.
Sementara, gugatan MK ditujukan kepada KPU dan vonisnya bisa membatalkan pemilu sehingga pemungutan suara ulang bisa dilakukan. Namun, menurut Mahfud, perlu ada bukti kuat dan signifikan yang harus dibuktikan dalam sidang.
"Jalur hukum adresatnya KPU yang vonisnya hasil pemilu bisa dibatalkan oleh MK asal ada bukti yang valid dan signifikan, bukan bukti sembarangan," kata dia.