Pertama, KUHAP saat ini belum memiliki mekanisme pengawasan dan akuntabilitas yang jelas dalam pelaksanaan upaya paksa oleh aparat penegak hukum.
Kedua, KUHAP belum mengatur pengakuan terhadap korban secara eksplisit dalam sistem peradilan pidana.
Baca Juga:
Koalisi Sipil Bongkar Bahaya RUU Polri, Kejaksaan, dan TNI: Ini Ancaman bagi Demokrasi!
Melalui surat terbuka yang diajukan, Koalisi Masyarakat Sipil berharap DPR segera mengambil langkah konkret dalam pembaruan KUHAP guna menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan akuntabel.
Mengutip surat terbuka yang ditujukan kepada Komisi III, kedelapan poin rekomendasi yang disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP adalah sebagai berikut:
1. Perbaikan kerangka dasar sistem peradilan pidana dengan menjadikan RUU KUHAP sebagai rekodifikasi hukum acara pidana yang berpegang teguh pada prinsip due process of law (proses hukum yang adil), mekanisme checks and balances (saling kontrol), serta penghormatan pada hak asasi manusia;
Baca Juga:
Soal Dugaan Mark Up Pengadaan Gas Air Mata, Mabes Polri Angkat Suara
2. Memperjelas syarat-syarat objektif untuk dapat melakukan upaya paksa, memperkuat mekanisme checks and balances antar aparat penegak hukum saat proses pelaksanaan upaya paksa, serta membentuk mekanisme uji upaya paksa yang objektif ke pengadilan (judicial scrutiny), termasuk pemulihan dan ganti rugi kepada tersangka/terdakwa/terpidana ketika pelaksanaan upaya paksa dilakukan secara melawan hukum
3. Penguatan hak tersangka, terdakwa, dan terpidana;
4. Pengaturan dan pengujian perolehan alat bukti;