Immanuel mengungkapkan alasan pihaknya menolak wacana itu karena bertentangan dengan konstitusi. Ia mengingatkan salah satu amanat reformasi adalah pembatasan masa jabatan eksekutif.
Ia mengaku yakin bahwa pihak-pihak yang menggulirkan wacana tersebut ingin menjerumuskan dan mempermalukan Jokowi.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
Wacana soal Jokowi menjadi cawapres bergulir usai Mahkamah Konstitusi (MK) membuka kemungkinan akan hal itu.
Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan ketentuan di UUD 1945 mengatur batasan pencapresan dua periode. Namun, tak ada batasan mantan presiden mencalonkan diri sebagai wakil presiden.
"Kalau itu secara normatif boleh saja. Tidak ada larangan, tapi urusannya jadi soal etika politik saja menurut saya," ucap Fajar saat, dilansir dari CNNIndonesia.com.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Berbeda dengan Ketua MK pertama periode 2003-2008 Jimly Asshiddiqie yang mengatakan Jokowi tak memenuhi syarat untuk menjadi Cawapres 2024.
"Iya, tidak bisa jadi cawapres baik dari segi hukum maupun etika," ujar Jimly saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Kamis (15/9).
Menurut Jimly, Pasal 7 UUD 1945 tidak boleh hanya dibaca secara harfiah melainkan mesti dibaca secara sistematis dan kontekstual.