Ada 3 desakan yang dilayangkan Imparsial. Pertama, KPK diminta maju terus mengusut tuntas secara transparan dan akuntabel dugaan korupsi di tubuh Basarnas.
Imparsial menilai kasus ini bisa menjadi pintu masuk dugaan korupsi lain yang menyeret prajurit TNI. Jangan sampai UU Peradilan Militer menghalangi KPK membongkar skandal tersebut.
Baca Juga:
Kementerian PU Raih Penghargaan Program Edukasi Antikorupsi dan Pencegahan Korupsi dari KPK
Kedua, Imparsial mendesak pemerintah dan DPR segera merevisi UU Peradilan Militer yang selama ini sering digunakan sebagai alibi dan sarana impunitas prajurit TNI.
Gufron menegaskan revisi beleid ini adalah salah satu Nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode pertama kekuasaannya.
Ketiga, pemerintah diminta mengevaluasi keberadaan prajurit TNI aktif di berbagai instansi sipil. Sorotan utama Gufron adalah instansi yang jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan UU TNI.
Baca Juga:
KPK Tak Terima Julukan Disebut Lebih Mirip 'Polsek Kuningan'
"Karena hanya akan menimbulkan polemik hukum ketika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI aktif tersebut. Seperti dugaan korupsi misalnya yang tidak bisa diusut secara cepat dan tuntas karena eksklusifisme hukum yang berlaku bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana," tutupnya.
Sebelumnya, KPK mengaku khilaf dan meminta maaf kepada rombongan petinggi TNI usai OTT dan penetapan tersangka Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi di kasus suap Basarnas.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak yang menerima audiensi rombongan petinggi TNI pada Jumat (28/7) sore mengaku ada kekeliruan dalam koordinasi kasus ini. Pasalnya, dua tersangka tersebut merupakan unsur militer.