Pembentukan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dimulai pada 7 April 2005 di Balai Sudirman, Jakarta Selatan.
Saat itu, delapan organisasi advokat IKADIN, AAI, IPHI, GAPI, SPI, AKHI, HKHPM, dan APSI sepakat membentuk Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) sebagai pelaksana amanat Pasal 32 ayat (3) UU Advokat.
Baca Juga:
Kolaborasi Strategis, Polda Sumut Gandeng PERADI Tingkatkan Kapasitas Hukum Personel
Namun, perjalanan Peradi tidak berlangsung tanpa kendala. Pada 27 Maret 2015, terjadi perpecahan dalam tubuh organisasi tersebut di Makassar.
Peristiwa ini kemudian diperkuat dengan terbitnya Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/2015 tertanggal 25 September 2015 mengenai penyumpahan advokat, yang pada akhirnya membuka ruang bagi lahirnya organisasi advokat baru.
Lebih jauh, Hermawi menjelaskan bahwa meskipun Pasal 28 ayat (1) UU Advokat menyebutkan organisasi advokat sebagai single bar atau satu-satunya wadah profesi, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 menegaskan bahwa keberadaan organisasi advokat lain tetap diperbolehkan selama tidak melaksanakan delapan kewenangan eksklusif yang dimiliki Peradi.
Baca Juga:
Kongres Advokat Indonesia Salah Satu Organisasi Pengacara Terbaik di Tanah Air
Putusan tersebut merupakan wujud jaminan atas kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana diatur dalam Pasal 28 dan 28E ayat (3) UUD 1945.
Penegasan serupa kembali muncul melalui Putusan MK Nomor 35/PUU-XVI/2018 yang menyatakan bahwa keberadaan organisasi advokat selain Peradi tetap sah dan diakui sebagai bagian dari hak konstitusional warga negara.
Keabsahan Peradi Pergerakan