Hal ini dimaksudkan agar perselisihan itu segera berakhir dan diselesaikan melalui badan peradilan, sehingga tidak menimbulkan kekosongan kekuasaan jika pelantikan presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.
Yusril mengatakan, putusan MK dalam mengadili sengketa Pilpres 2024 akan menciptakan kepastian hukum.
Baca Juga:
Dugaan Pemalsuan Dokumen PBB, Yusril Diadukan ke Bareskrim
“Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” kata Yusril.
“Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR," jelas dia.
Mantan Menteri Sekretaris Negara itu juga menyinggung perihal wacana pemakzulan Presiden Joko Widodo yang belum lama ini bergulir. Dia menduga, wacana penggunaan hak angket DPR merupakan upaya untuk memakzulkan Kepala Negara.
Baca Juga:
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari PBB, Fahri Bachmid Jadi Penjabat Ketum
“Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran. Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang, dimulai dengan angket seperti mereka rencanakan dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR bahwa Presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45," kata Yusril.
Yusril melanjutkan, wacana pemakzulan terhadap Presiden juga harus melalui persetujuan MK.
Jika MK setuju dengan DPR, maka DPR harus menyampaikan permintaan pemakzulan kepada MPR. Dari situ, MPR akan memutuskan setuju atau tidak setuju.