“Proses ini akan berlangsung berbulan-bulan lamanya, dan saya yakin akan melampaui tanggal 20 Oktober 2024 saat jabatan Jokowi berakhir,” kata Yustil.
“Kalau 20 Oktober 2024 itu Presiden baru belum dilantik, maka negara ini berada dalam vakum kekuasaan yang membahayakan. Apakah mereka mau melakukan hal seperti itu? Saya kira negara harus diselamatkan," tutur Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
Baca Juga:
Dugaan Pemalsuan Dokumen PBB, Yusril Diadukan ke Bareskrim
Adapun wacana penggunaan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu pertama kali diungkap oleh kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Ganjar mendorong kedua partai politik pendukungnya, PDI-P dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), untuk menggunakan hak angket sebagai respons terhadap dugaan kecurangan yang menurutnya sudah terbuka.
Menurutnya, DPR tidak boleh tinggal diam mengenai dugaan pelanggaran yang telah terjadi.
Baca Juga:
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari PBB, Fahri Bachmid Jadi Penjabat Ketum
"Dalam konteks ini, DPR memiliki kewenangan untuk memanggil pejabat negara yang memiliki pengetahuan terkait praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggungjawaban dari KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Pemilu," ungkap Ganjar dalam pernyataannya pada Senin (19/2/2024).
Menanggapi hal tersebut, calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyatakan bahwa partai politik pendukungnya juga bersedia menggunakan hak angket.
Tiga partai yang mendukung Anies-Muhaimin, yaitu Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera, menyatakan kesiapannya untuk melibatkan hak angket.