Baginya kekalahan ini adalah takdir. Meskipun keluar uang miliaran rupiah, namun secara mental dia mengaku masih baik-baik saja.
Ongkos Demokrasi
Baca Juga:
Putusan MK: Caleg Tak Boleh Semena-mena, Dilarang Mundur untuk Ikut Pilkada
Devi Darmawan, seorang pengamat politik dari BRIN, menyatakan bahwa guncangan mental yang dialami oleh para calon legislator (caleg) yang gagal tidak dapat sepenuhnya disalahkan pada mereka yang dianggap tidak mampu menerima kekalahan.
Menurut Devi, ada faktor lain yang menyebabkan para caleg mengalami kondisi tersebut, seperti kurangnya dukungan serius dari partai politik dalam mendukung kandidatnya dan mahalnya biaya yang terkait dengan proses demokrasi.
"Jadi, ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak cukup mampu mengatasi situasi yang membuatnya tertekan," tambah Devi kepada BBC News Indonesia.
Baca Juga:
DPRK Subulussalam di Mita Mencoret 2 Nama Calon Anggota Baitul Mal dari 8 yang Diusulkan Wali Kota
Devi menekankan bahwa secara ideal, parpol seharusnya memberikan persiapan jauh sebelum kontes politik dimulai. Ini termasuk persiapan mental, pemahaman tentang partai politik, strategi kampanye, dan dukungan finansial.
Tujuannya adalah agar para caleg memahami medan pertempuran dan tahu bagaimana cara memenangkan pertarungan. Dengan demikian, beban yang dihadapi oleh caleg menjadi lebih terkelola karena dibagi-bagi.
Namun, menurut pengamatan Devi, kondisi ideal tersebut tidak terjadi di semua partai politik. Hanya partai-partai lama seperti PDI Perjuangan yang memiliki sistem rekrutmen dan mekanisme kaderisasi yang baik. Parpol baru, katanya, cenderung merekrut orang secara spontan menjelang pemilu.