Zimbabwe juga mengalami hiperinflasi. Masyarakat tak lagi
bisa menjangkau harga bahan-bahan pokok.
Dengan demikian, uang seperti tak berarti bagi masyarakat
Zimbabwe selama harga barang terus melonjak. Mereka lebih memilih sistem
barter.
Baca Juga:
Menjaga Stabilitas Keuangan Pasca-Lebaran: Waspadai Pinjaman Online!
4. Venezuela
Pada 2017, Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan
pemerintahannya tak bisa membayar seluruh utangn. Ia mengaku Venezuela dan
perusahaan minyak negara tersebut akan meminta restrukturisasi terhadap
pembayaran utang.
Baca Juga:
Tren 'Beli Sekarang, Bayar Nanti' Meledak, FOMCA: Waspadai Jebakan Utang!
Maduro mengatakan perusahaan minyak negara telah membayar
utang sebesar US$1,1 miliar atau Rp1584 triliun. Jumlah itu disebut-sebut cukup
besar untuk untuk sebuah negara yang saat ini hanya memiliki dana US$10 miliar
atau Rp144 triliun di bank.
Venezuela tercatat memiliki utang kepada sejumlah negara.
Beberapa negara tersebut, antara lain China dan Rusia.
Ketika utang melonjak, jumlah masyarakat miskin ikut
meningkat. Sebagian besar masyarakat tak mampu membeli bahan pokok karena harga
melonjak lebih cepat ketimbang upah.