Kasus harian COVID-19 terus-menerus melebihi angka 6.000.
Pada Selasa (6/7/2021), negara itu mencatat 7.654 kasus baru, sehingga total
secara nasional menjadi 792.693. Ada 103 kematian dan rekor 943 orang dalam
perawatan intensif.
"Jika #BenderaHitam gagal dikendalikan, itu bisa
tumbuh, menyebar, dan menyebabkan jatuhnya PN," kata analis politik Awang
Azman Awang Pawi dari Universiti Malaya kepada The Straits Times.
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
"Dampak langsung dari kampanye ini adalah mempengaruhi
kredibilitas pemerintah," katanya lagi.
Polisi telah meluncurkan penyelidikan terhadap gerakan
tersebut karena diduga mengandung unsur hasutan.
Direktur Departemen Investigasi Kriminal Bukit Aman Abd
Jalil Hassan mengatakan penyelidikan masih dalam tahap awal dan kasusnya sedang
diselidiki berdasarkan Undang-Undang Penghasutan, Undang-Undang Pidana serta
Undang-Undang Komunikasi dan Multimedia 1998.
Baca Juga:
Kasus Korupsi APD Covid-19: Mantan Kadinkes Sumut Dituntut 20 Tahun Penjara
Kelahiran gerakan bendera hitam terjadi tak lama setelah
beberapa anggota parlemen dari PN mendiskreditkan gerakan #BenderaPutih,
kampanye media sosial lain oleh orang Malaysia untuk membantu mereka yang
membutuhkan makanan dan kebutuhan pokok lainnya, di tengah lonjakan kasus bunuh
diri karena kehilangan pekerjaan dan pendapatan yang dipotong.
Nik Abduh Nik Aziz, seorang pemimpin Partai Islam
Se-Malaysia (PAS), pada tanggal 29 Juni menolak inisiatif gerakan mengibarkan
bendera putih, menyerukan orang untuk tidak mudah mengakui kekalahan dan
mendesak mereka untuk berdoa sebagai gantinya.
Menteri Besar Kedah Muhammad Sanusi Md Nor pada 1 Juli
menyebut kampanye bendera putih sebagai "propaganda politik" terhadap
pemerintahan PN. Dia meminta warga negara bagian untuk mencari bantuan melalui
"saluran resmi".