Namun, dengan kapasitas yang sangat terbatas dan lonjakan jumlah anak yang membutuhkan bantuan, lembaga tersebut terpaksa menolak banyak pasien.
Bantuan dari UNICEF pun tidak mampu menutupi kekosongan besar yang ditinggalkan oleh program-program sebelumnya.
Baca Juga:
Soal Kelaparan-Stunting, Prabowo: Butuh Aksi Nyta Tak Usah Lagi FGD
Sebelum terjadi pemangkasan anggaran, USAID secara global bertanggung jawab atas hampir 50 persen dari total distribusi makanan terapeutik bagi anak-anak yang mengalami gizi buruk.
Bahkan, sekitar 40 persen dari persediaan tersebut diproduksi langsung di Amerika Serikat.
Akibat dari kebijakan penghentian ini, organisasi kemanusiaan Helen Keller International memperkirakan sekitar satu juta anak di seluruh dunia akan kehilangan akses terhadap pengobatan gizi buruk yang mereka butuhkan.
Baca Juga:
Prabowo Tegaskan Tak Boleh Ada Orang Lapar di RI
Tak hanya itu, lembaga tersebut juga memperingatkan potensi terjadinya hingga 163.500 kematian anak tambahan setiap tahun akibat tidak tersedianya perawatan.
Sejumlah negara lain, seperti Bangladesh dan Nepal, juga mengalami dampak serupa karena penghentian program bantuan oleh USAID.
Di Nigeria, satu-satunya fasilitas rawat inap untuk anak-anak dengan gizi buruk di Dikwa kini dikelola oleh organisasi Intersos, yang terus berjuang di tengah keterbatasan.